Matahari telah tenggelam digantikan oleh bulan yang bertengger dengan anggunnya. Tidak ada satupun bintang terlihat di kota New York yang hiruk pikuk ini. Mungkin karena terangnya lampu gedung dan rumah di malam hari.
Di
tengah temaram lampu di sebuah café, duduk seorang gadis berambut hitam sebahu
menggunakan bandana coklat sedang duduk meminum jus jeruk sambil memainkan
ponsel di tangannya.
To: Claire
Aku sedang di bounnita, sebentar
lagi pulang. Besok aku ingin tanya banyak hal mengenai materi kuliah tadi.
From: Wita
Gadis
itu lalu menutup layar handphonenya dan berdiri hendak membayar minuman itu di
kasir.
Letak meja kasir itu tepat di sebelah
pintu masuk café. Saat ia sedang menyodorkan uang ke kasir, tiba-tiba pundaknya
ditubruk oleh seseorang berbadan tinggi tegap yang sedang berjalan memasuki
cafe. Uangnya jatuh lalu orang tersebut bantu memungut uang yang jatuh itu
untuknya. Orang itu tampak aneh dengan jaket ala rapper dengan kupluk menutupu
hampir seluruh kepalanya.
^^^^^^^
Wita
sedang menyodorkan uang itu pada kasir ketika seseorang menubruk pundaknya
cukup keras dan uang itu jatuh ke lantai. Saat dia hendak memungutnya,
tiba-tiba seseorang mengambilkan dan memberikannya pada Wita.
“Maaf,
aku tidak sengaja.” Ucapnya dengan sedikit tertunduk.
Kenapa orang ini memakai jaket ala rapper
seperti itu? Pikir Witadalam hati.
“Y..ya,
tidak apa-apa.”
Orang
itu berjalan menuju ke meja. Wita lalu melanjutkan membayar minumannya. Saat
dia hendak pergi dari café itu, Wita menginjak sesuatu yang janggal, dan saat
menunduk ke bawah, ternyata dia menginjak sebuah kunci. Dipungutnya kunci itu,
dan ternyata disana ada gantungan bertuliskan “Taylor”. Segera Wita mengira
bahwa kunci ini pastilah milik orang tadi. Ia pun bergegas menghampiri orang
yang tadi menubruknya.
Matanya
menyisir seluruh ruangan di café ini dan terhenti pada sebuah meja di sudut
ruangan dengan cahaya yang minim lalu dihampirinya meja itu.
“Maaf,
apakah anda bernama Taylor?” Wita menyapa dengan suara seramah mungkin.
Tapi
orang yang disapanya malah terlihat kaget. Ia mengangkat wajahnya ke arah Wita
lalu menariknya keluar dengan sekali sentakkan dan membawanya ke sebuah gang
kecil yang jauh dari keramaian.
Hei, apa-apaan ini? Aku merasa sangat takut
sekali, apa jangan-jangan dia ini orang jahat? Apa jangan-jangan dia ini hendak
memperkosaku? Kyaaa….
^^^^^^^
Talor
mencari meja paling ujung dan paling temaram cahayanya agar orang-orang tak
menyadari bahwa dia adalah Taylor Lautner. Dia sedang malas dikejar-kejar fans,
ia ingin sesekali menikmati suasana sepi dan hening sendirian.
Ketika
Taylor sedang asyik menikmati kesunyian sambil melihat-lihat menu makanan,
tiba-tiba suara seorang gadis menyapanya dan mengatakan…
“Maaf,
apakah anda bernama Taylor?”
Identitasku ketahuan! Bagaimana
ini? Gawat!
Taylor
mengangkat wajahnya untuk memastikan siapa yang telah membongkar penyamaran
sempurnanya itu. Ternyata dia adalah gadis yang ditabraknya tadi.
Mungkinkah
dia menyadarinya saat kami bertabrakan tadi?
Taylor
menarik tangan gadis itu dengan sekali sentakkan menuju keluar café, ke tempat
sepi dimana orang-orang takkan menemukan mereka.
Taylor
memilih sebuah gang sempit di celah antara café bounnita dan toko sepatu
Carleston. Tangannya berhenti memegang tangan gadis itu. Dapat dilihat raut
ketakutan dari wajah gadis itu dan bukannya ekspresi excited bertemu dengan seorang idola. Gadis itu menutup dadanya
dengan kedua tangannya.
“Ma..mau
apa kau? Tolong jangan sakiti saya, saya mohon…” Gadis itu mengeluarkan air matanya.
DUENGGGG!!!
“Hah???”
“Hah???”
“Se…sebentar.
Kau fansku kan?”
“F..fans?
Jika dengan jawaban ya kau tidak akan membunuhku, aku akan mengatakan iya.” Tubuh gadis itu masih bergetar menahan
rasa takut.
“Hah?
Aku tidak berniat membunuhmu. Tenang saja. Tunggu sebentar, jadi kau bukan
fansku?”
“Jadi
kau takkan membunuhku?” Rasa takutnya perlahan mulai terlihat hilang.
“Tentu
saja tidak. Aku kira kau itu fansku yang sadar bahwa orang yang masuk ke café
tadi itu aku. Tapi ngomong-ngomong kau
benar bukan fansku?”
“Bu..bukan”
walau rasa takutnya mulai terlihat hilang, kegugupan tetap tidak hilang dari suaranya.
“Lalu
kenapa kau tahu namaku?”
Gadis itu menyodorkan sebuah kunci dari
sakunya.
“Tadinya aku mau memastikan bahwa ini
milikmu.” Gadis itu mengatakan dengan polos.
“Kunci rumahku!” Taylor memekik kaget
setengah heran.
“Tadi aku menemukannya di dekat pintu
masuk cafĂ©, aku langsung menduga bahwa itu milikmu.”
“Thanks.” Taylor berkata tulus lalu
tersenyum menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi.
Gadis itu membalas senyumnya.
Hei, manis juga. Ups, aku ini
mikir apa?
“Oh
iya, maaf aku menyeretmu kesini. Aku tadi benar-benar kaget sampai kehilangan
akal sehatku.”
“Iya”
jawabnya pendek.
Taylor
merasa heran, kenapa gadis ini tidak merespon apapun. Jangan-jangan dia ini
tidak sadar bahwa dia ini selebriti.
“Sebagai
permintaan maaf, bagaimana kalau kau kutraktir makan malam?” Tawar Taylor. Ia
merasa bersalah telah menyeret paksa gadis ini.
“Eh,
tidak usah, aku tidak mau merepotkan, lagi pula ini sudah malam. Hehe.” gadis
itu menolak lalu tersenyum manis menunjukkan dua lesung pipinya.
“Tapi
aku memaksa, kalau tidak aku akan merasa sangat bersalah seharian. Bagaimana?”
Gadis
itu terdiam. Tampaknya ia bingung.
“Kuanggap
diammu itu jawaban iya. Ayo ikut aku.”
Taylor
memilih meja yang tadi didudukkinya. Mereka berdua duduk di meja itu. Sesaat
sepi melingkupi mereka berdua. Taylor lalu memutuskan untuk membuka percakapan
duluan.
“Ehem,
ayo pilih menu apapun sesukamu.” Taylor menyodorkan menu kearah gadis
dihadapannya. Ia menerima menu itu lalu membacanya.
“Aku
mau fried fries saja…” Ucapnya pendek lalu memberikan menu itu pada Taylor
dengan ragu
“Minumnya?”
“Orange
juice saja.”
“Baiklah.”
Taylor lalu memanggil pelayan café
sambil melekatkan kupluknya erat dan suara yang dibuat seberat mungkin.
“Saya
pesan 2 fried fries dan 2 orange juice.”
“Baiklah.”
Pelayan itu pun pergi. Taylor tersenyum pada gadis dihadapannya namun gadis itu
malah menatapnya heran.
“Kenapa
menatapku seperti itu?” tanya Taylor karena tidak biasa dengan tatapan seperti
itu dari seorang gadis. Biasanya dia menerima tatapan yang berbinar-binar.
“Kenapa
sedari tadi kau menutupi wajahmu dengan kupluk?”
DUERRR!
Sepertinya gadis ini masih belum
menyadari bahwa dirinya adalah selebriti.
^^^^^^^
Wita
bertanya heran. Orang ini aneh. Apa dia tidak merasa gerah mengenakan jaket di
tempat hangat seperti ini. Orang-orang
akan menyangka dia ini seorang freak yang menutupi wajahnya dengan
kupluk.
“Kenapa
sedari tadi kau menutupi wajahmu dengan kupluk?”
“Kau
benar-benar tidak tahu siapa aku?” tanya pria dihadapannya heran yang malah
membuat Wita ikut heran.
“Kau
adalah orang bernama Taylor yang baru aku kenal tadi.” Wita menjawab seadanya.
pria itu mendekatkan wajahnya kearah Wita
lalu membuka kupluknya.
“See,
kau masih belum sadar siapa aku?” pria itu begitu percaya diri menunjukkan
wajahnya dan berkata seolah-olah ‘hei,
aku ini kan artis’.
Wita memicingkan matanya
memperhatikan wajah si pria baik-baik. Tapi Wita benar-benar tidak tahu siapa
dia.
“Maksudmu?”
Wita bertanya.
Si
pria berkupluk duduk di kursinya kembali lalu setengah berbisik ia berkata.
“Aku
ini selebriti. Aku adalah artis di film twilight. Kau masih belum sadar?”
“HAH?”
Wita menjawab setengah berteriak membuat orang-orang di sekitar mereka melirik
ke arah sana.
Si
pria langsung merapatkan kupluk diwajahnya.
“Ssst,
kumohon tenanglah. Oke, relax. Jadi kau sudah sadar sekarang?” tanyanya pada
Wita.
“Mm,
aku memang pernah mendengar judul film itu. Tapi aku belum pernah menontonnya.
Aku tidak punya tv dan lagipula aku terlalu sibuk dengan tugas kuliahku
jadiiii…”
“Jadi
kau tak tau bahwa aku artis?”
“Tentu
saja tidak. Lagipula tidak hanya aku yang tidak tahu bahwa kau artis kan? Jadi
jangan berlaku seakan semua orang mengenalmu.” Ucap Wita dengan sedikit nada
kesal didalamnya.
“Ini
pesanan kalian.” Seorang pelayan membawakan pesanan ke meja kami.
“Thanks”
pria bernama Taylor itu mengangkat wajahnya untuk mengucapkan terima kasih pada
pelayan itu dan ia tampaknya tidak sadar bahwa ia melakukan kesalahan besar
saat itu.
“GYAAAA.
KAU TAYLOR LAUTNER KAN???” Pelayan wanita itu langsung berteriak histeris
sambil memegang kedua pipinya.
Dengan
seketika, orang-orang disekitar mereka menoleh dan berkerumun di sekitar meja
yang didiaminya. Wajah pria itu langsung pucat. Ia langsung menarik lenganWita
keluar café.
“Ayo
kita pergi dari sini!” ia berkata sambil berlari dan tentu saja sambil tetap
menarik lengan Wita.
“Tapi
kenapa aku harus ikut kabur. Yang dikejar mereka itu kau, bukan aku.”
“Kau
tidak sadar bahwa kau sebentar lagi akan jadi bahan gosip dimana-mana.”
“Hah?”
“Sudahlah,
ayo lari, lalu kita naik motorku yang diparkir disana. Kau harus cepat naik
atau kalau tidak, kau akan habis” ucapnya sambil merogoh saku jaketnya dan
mengeluarkan sebuah kunci motor. Dia lalu naik ke motor itu.
“Kenapa
aku harus naik motor denganmu?” Wita masih belum mengerti situasinya.
“Kalau
kau tetap berdiri mematung disitu, orang-orang akan mengerumunimu lalu
menanyakan ada hubungan apa kau denganku lalu wajahmu akan dipampang di semua
koran negeri ini lalu muncul di internet dan lalu kau akan diikuti orang
kemanapun kau pergi. Kalau kau tidak mau itu terjadi kau harus naik motor ini,
dan sekedar info, orang-orang sudah mendekat kearah kita!”
Wita
menoleh kebelakang dan benar saja, orang-orang sudah berlari kearah mereka.
Tanpa berpikir lagi Wita langsung naik ke motornya dan merekapun langsung
melesat cepat menembus kegelapan malam kota New York.
^^^^^^^
Taylor
menghentikan motornya di Central Park yang menghadap ke sebuah danau terpolusi.
Ia melepaskan helmnya lalu menatap gadis yang telah turun dari motornya.
“Sepertinya
kita harus tetap disini untuk beberapa saat.” UcapTaylor ragu.
“Kenapa?”
Gadis itu bertanya dengan nada heran sekaligus enggan.
“Karena
kemungkinan besar kita dibuntuti orang dan mungkin juga wartawan. Tempat ini
adalah satu-satunya tempat yang tak pernah ditemukan mereka. Yeah, at least di malam hari.”
Taylor
berjalan ke tepi danau dan berdiri mematung disana menatap bulan yang memasang
cahaya kebiruan. Si gadis menghampiri Taylor yang menatap kaku cahaya bulan di
seberang danau.
“Ya
ampun, kenapa aku harus mengalami hal seperti ini. Ini sudah malam, tugas
kuliahku menumpuk minta dikerjakan dan aku ingin pulang menikmati segelas susu
hangat yang selalu kuminum tiap hari. Kini, gara-gara kau aku harus terjebak di
tempat ini.” Ucap gadis itu dengan nada agak kesal.
Namun
ia tidak mendengar suara apapun dari pria disebelahnya. Ia terkejut karena melihat
Taylor berkaca-kaca. Taylor menundukkan kepalanya lalu mengangkatnya kembali
dan setetes air mata jatuh dipipinya…
Bersambung...
Lanjutannya kapan kak?
BalasHapuspenasaraaaaaan....
BalasHapusCeritanya cukup menarik
BalasHapusrame..
BalasHapuskeren2..
BalasHapuslanjutin lagi ya..
ditunggu lho :D
Gak janji XD
BalasHapussaya sudah jarang berkomunikasi lgi sma penulis nya :')
kalo ada wktu insyaallah dilanjutin