Fanfiction : Try not to Love You ( CHAPTER 2 )

-->
CHAPTER 2


                “K…kau kenapa? Ma…maaf…”
                Taylor menatapnya aneh.
                “Kenapa kau minta maaf?” Tanya Taylor heran, si gadis pun ikut heran.
                “Kau menangis karena aku mengatakan hal kasar padamu kan?” Ucapnya polos
                Tanpa diduga mata Taylor langsung membulat dan tangannya mengusap air mata di pipinya lalu mengucek mata itu perlahan.
                “A…aku tidak menangis, kau salah lihat. Ah, gelap malam membuat matamu rabun sepertinya.”
                “Hey! aku tidak rabun. Kau memang menangis, air matamu tadi jatuh di pipimu. Aku bersumpah!” si gadis berkata dengan suara yang ditahan agar tidak emosi.
                “Tapi aku memang tidak menangis. Sudahlah, sebaiknya aku antar kau pulang, sepertinya orang-orang sudah tidak membuntuti kita lagi.”
                “Aku tidak mau diantar pulang oleh orang yang mengatakan kalau mataku rabun.” Gadis itu membalikkan badan dan berjalan menjauhi Taylor dengan langkah kasar.
                “Apa kau yakin? Taman ini terletak berdekatan dengan wilayah kekuasaan gangster kulit hitam yang terkenal suka memeras dan membunuh orang. Kau takkan menemukan taksi di sekitar sini, apalagi ini sudah malam.”
                Si gadis menghentikan langkahnya dan meremas tas tangan yang dipegangnya. Pada saat itu, Taylor bisa melihat gadis itu  membalikkan badanya. Taylor segera mengayunkan tangan kirinya kearah motor hitam yang terparkirdi sana. Si gadis menghela napas sejenak lalu dengan berat hati melangkahkan kakinyakearah motor itu.

^^^^^^^
                Motor Taylor mulai melaju pelan, gadis itu memeluk pinggangnya erat.
                “Kau kenapa? Mulai ngefans padaku ya?” ucap Taylor jahil.
                “Berisik, mengemudi ya mengemudi saja. Aku sedang berkonsentrasi untuk tidak memikirkan kemungkinan terburuk dicegat gangster orang kulit hitam.” Ucap gadis itu dengan nada suara yang sedikit bergetar.
                “Hahaha, kau ini ada-ada saja. Aku ini hanya bercanda soal gangster kulit hitam itu. Kau ini polos sekali.”
                “HAH???” Gadis itu berteriak di dekat telingaku.
                “Ya ampun, biasa sajalah. Maaf ya, aku hanya tidak ingin meninggalkan gadis di malam hari dan memang disana tidak akan ada taksi yang…”
                “Syukurlah….” Terdengar suara itu berucap dengan nada kelegaan di dalamnya dan bukannya marah-marah, ia terus diam sepanjang jalan.
                “Rumahmu dimana?”
                “Rumahku di Fifth Avenue 23, sekitar 750 meter lagi dari sini.”
                “Baiklah” Taylor mempercepat laju motornya .
^^^^^^^
                Wita sudah sampai di depan rumahnya. Sebuah rumah kecil yang selalu memberikan rasa nyaman dan tenang bagi setiap orang yang datang. Pria bernama Taylor Lautner dan mengaku-ngaku sebagai seorang artis itu baru saja pulang setelah mengantar Wita. Wita baru saja akan menutup pintu saat pria itu kembali lagi sambil berteriak tidak karuan. Yang jelas didengar Wita hanyalah teriakan “HEY” yang memekakkan telinganya.
                “Hey, namamu siapa?” ucap pria itu sesampainya di pintu rumah Wita.
                Wita mengamati pria itu ragu-ragu. Apakah baik memberitahu namanya pada seorang pria asing? Tapi sepertinya orang ini tidak berbahaya. Bukankah pria itu bilang bahwa dia takkan  menyakiti dirinya?
                “Wita, Wita Hutcherson” Wita memutuskan memberitahunya.
                “Baiklah Wita, selamat malam dan sampai jumpa. Eh, panggil saja aku Lautner, kalau kau ingin memanggil nama depanku juga boleh. Jangan sampai kau memanggilku ‘hey’ atau ‘oi’!” lalu pria itu pergi.
                Langit malam semakin menghitam, tanpa sadar Wita menguap lebar. dia masuk kedalam rumahnya dan mengunci pintu. Baginya, hari ini adalah hari paling aneh dan paling melelahkan. Rumahnya masih sepi. Tentu saja akan selalu sepi karena dia hanya tinggal berdua dengan adiknya, Claire. Umur Claire hampir sama dengannya, begitu juga dengan tinggi badan dan potongan rambut. Sebelum kekamarnya, Wita mampir ke kamar Claire. Claire sudah tertidur.
                Maafkan aku Claire, kau kelelahan karena menungguku.
Diambilnya selimut dan diselimutinya Claire.
                Wita segera masuk kekamarnya, merebahkan diri di atas kasur bergambar bunga mawar putih kesukaannya. Seperti biasa, Wita mengangkat kedua tangannya keatas dan menghitung satu sampai sepuluh dengan jarinya sebelum tidur. Tiba-tiba dia teringat, kemana gelang tali coklat bertuliskan “Hutchersen” yang selalu dipakainya setiap saat itu?
^^^^^^^
                Taylor Lautner memandang keluar jendela. Letak apartemennya memang cukup tinggi untuk melihat gemerlap kota New York pada malam hari. Taylor melipat kedua tangannya dan menengadahkan kepala ke atas. Dia selalu melakukan hal itu saat sedang memikirkan sesuatu. Tapi yang dipikirkannya kali ini bukanlah sesuatu yang layak untuk dipikirkan. Diamatinya kunci rumah bertuliskan Taylor, benda yang mempertemukannya dengan seorang gadis bernama Wita.
                Nama depannya Wita. Kenapa? Dia bukan berasal dari Amerika? Terus dia berasal dari mana?
                Kenapa Wita sangat takut pada gangster?
                Dan pertanyaan terakhir. Kenapa dia tidak ngefans pada dirinya?!?!
                Tunggu, kenapa aku memikirkan gadis itu? Aarghh..
                Taylor mengacak-acak rambutnya gemas. Pusing dengan berbagai pertanyaan yang ia sendiri pun tak tahu datang dari mana. Taylor ingat tindakannya yang berteriak demi mengetahui nama gadis itu. Taylor tidak mengerti kenapa dia bisa melakukan hal melakukan memalukan  yang bisa mencorang nama baiknya. Taylor tak bisa membayangkan bagaimana jadinya bila Wita memberitahukan sikap bodohnya pada setiap orang, lalu orang-orang itu akan mencapnya sebagai artis-bodoh-yang-tidak –keren-sama-sekali. Dia akan benar-benar malu! Ya, walaupun dalam hatinya dia yakin bahwa Wita bukanlah gadis seperti itu.                                                                                                                                                           Taylor Lautner baru saja akan berganti pakaian saat dia merogoh sakunya dan menemukan sebuah gelang yang terbuat dari tali berwarna coklat bertuliskan “Hutcherson”. Taylor langsung berpendapat bahwa gelang itu milik Wita. Mungkin gelang itu terbawa saat ia menyeret Wita dan mengambil kunci motor disakunya. Tapi, gelang itu terasa familiar baginya, entah mengapa.
                Aku harus bertemu gadis itu dan mengembalikan gelang ini. Dan, mungkin aku bisa menanyakan nomor handphone nya juga.
Seulas senyum muncul diwajah tampan Taylor.

^^^^
                Memang, langit yang mendung bisa membuat orang muram. Tak terkecuali Mr Chris Weitz, sang sutradara fim New Moon yang dibintangi Taylor. Berulang kali dia menggerutu sendiri. Seolah menyalahkan langit yang tak mau berkompromi. Hal inilah yang membuat para kru dan pemain bingung menghadapi sikap Mr Chris Weitz yang sudah  naik darah.
                “Beginilah Mr… kalau sudah bad mood, aku sangat benci jika hal ini sudah terjadi” ucap Kristen Stewart dengan pelan.
                “Yah, memang begitulah dia. Seharusnya dia jangan melampiaskannya pada  kita. Bukan salah kita kan kalau hari ini mendung.” Timpal Taylor
                Dua jam berlalu, langit cerah yang ditunggu sang sutradara tak kunjung datang. Akhirnya dengan wajah kecewa, Mr Chris Weitz membatalkan syuting hari ni.
                “Yes, aku bisa bertemu Wita sekarang dan mengembalikan gelangnya”
                Dengan segera, Taylor menghidupkan mesin motornya dan melesat  secepat kilat. Sebenarnya, saat dia hendak pergi tadi, dia sempat mendengar Kristen memanggilnya dan bertanya hendak kemana. Namun, tak diriaukannya. Untuk waktu sekarang ini, mungkin hal itu tak begitu penting bagi Taylor Lautner.
^^^^^
                Wita masih mencari-cari gelangnya di setiap sudut ruangan saat bel rumahnya berbunyi. Dengan enggan dibukanya pintu rumah itu, dan betapa terkejutnya saat mendapati Taylor Lautner berdiri di depannya dengan pakaian yang basah kuyup. Segera ia mengambil  handuk dan diberikannya pada Taylor.
                “Kenapa kau bisa basah kuyup?” tanya Wita heran
                “Kau tak bisa lihat? Di luar hujan”
                Wita mengerutkan keningnya.
                “Maksudku kenapa kau datang kemari saat kau tahu bahwa hujan mulai turun?”
                “Memangnya tak boleh?”
                “Boleh sih.”
                “Terus? Kenapa tak kau persilahkan saja aku masuk dan menghangatkan badan di rumahmu?”
                “aku tak biasa membawa laki-laki masuk ke rumahku, dan..”
                Kalimat Wita terputus karena Taylor mendorongnya masuk kedalam dengan keras . wita diam seketika, mencoba mengendalikan jantungnya yang tak karuan.
                “Stt, kau dengar? ada yang memanggil namaku. Seharusnya kau biarkan aku masuk! Jika hal ini menjadi gossip bagaimana?” Taylor meletakkan jari telunjuknya di bibir Wita yang bersandar di tembok. Kontan saja degupan jantung Wita semakin tak karuan. Wita yang salah tingkah, buru-buru berdiri.
                “Kau ini! Harusnya sebelum kemari kau memikirkan resikonya terlebih dahulu! Setiap bertemu denganmu aku selalu mendapatkan masalah! Kalau begini, aku lebih memilih tak bertemu denganmu untuk selamanya!”
                Wita kaget dengan apa yang baru saja ia katakan. Rasa bersalahnya muncul saat Taylor melempar gelang tali coklat milik Wita dan berlalu meninggalkan rumahnya tanpa sepatah kata pun. Wita diam membeku. Pikirannya bercampur aduk antara bingung dan merasa bersalah.
                Bagaimana ini? Aku benar-benar jahat padanya!
^^^^^^^
               

0 komentar:

Posting Komentar