NASKAH
DRAMA
Judul: KILAS BALIK
Peran: Graminda
Dalilah Ayuni sebagai Tifa Chairani
Indah
Nafidah Hayati sebagai Tia Saralisa
Novi
Oktaviani sebagai Terry Vidola
Popon
Komala sebagai Tasya Febrian
SCENE
1
(Tia
memasuki ruangan) Tia tersenyum
mengamati keadaan sekolahnya yang kini sudah berbeda jauh. Ingatannya terlempar
pada kenangan saat ia masih bersekolah dulu. Tapi wajahnya menjadi masam saat
ia melihat menuju suatu tempat. Tempat itu mungkin membangkitkan kenangan
buruknya. Tia teringat akan sesuatu dan merogoh tasnya. Dikeluarkannya pin yang
sudah usang, dan di masukkannya kembali
Flashback:
Tujuh tahun yang lalu,
di kelas XII IPA terlihat dua orang anak sedang bercakap-cakap.
(Terry dan Tasya memasuki ruangan)
Terry :(menarik
tangan Tasya) “Ayo kita ke kantin!”
Tasya : “Kita
tungguin yang lain dulu dong.”
Terry :“Ah
lama, aku laper nih belum sarapan,udah ah aku pergi duluan.” ( Terry
meninggalkan kelas )
Tasya :“ih,
anak itu.”
(tiba-tiba Tifa datang)
Tifa :“eh
itu Terry mau kemana?”
Tasya :“mau
ke kantin duluan.”
Tifa :“oh,
kamu ga ke kantin juga ?”
Tasya :“mau,
tapi aku nungguin kamu dulu.”
Tifa :“aduh
gimana yah? Aku gak ke kantin soal nya mau ngerjain tugas.”
Tasya :“ya
udah aku juga ga jadi ke kantin deh.”
( Tifa dan Tasya sedang mengerjakan tugas )
Tifa :“oh
iya, tadi pagi aku mau ngasih ini, tapi lupa.” (mengeluarkan pin)
Tasya :“wah
udah jadi, bagus banget. Kereeeen!” (memakai pin)
Tifa :“liat
lambangnya, masih inget kan artinya apa?”
Tasya :“inget dong, ini kan Tia, Tifa, Tasya dan
Terry. Artinya mau diputar dan diubah kayak gimana pun, kita akan tetap sama.
Sahabat gitu loh, haha!”
( Tia dan Terry masuk kelas )
Tifa :“Kok
kalian bisa bareng ? bukan nya kamu ke BK yah buat konsul Universitas.”
Tia
:“iya nih, tadi baru aja keluar dari
ruang BK tiba-tiba di seret sama anak ini nih ke Kantin, jadi tanggung sekalian
aja aku juga ke kantin.”
Terry :“ini
apa? Pin kita ya? Udah jadi, keren banget.”
Tia : “aku pake ah, inget ya harus dipake
terus. Inget!” (semuanya mengangguk)“Eh kalian udah tau belum? Ternyata 3 hari
lagi pendaftaran PTN itu mau di tutup.”
Terry :“Hah?”
Tifa :“Serius?”
Tia :”heem.”
Tasya :“kita
jadi kan ke PTN yang sama ?”
Tia :“iya
dong.”
Tifa :“terus persiapan dokumen dokumen sama
persyaratannya gimana? Kita kan belum sempet nyiapinnya, belum lagi harus
ngasih dokumennya ke PTN nya langsung.”
Tasya
:“Hmm.. kalian siapin dulu persyaratan
persyaratannya, buat masalah nganterin berkasnya serahin aja sama aku.”
Terry
:“gapapa ni? gak ngerepotin kamu?”
Tasya :“Ah
ngga kok, kebetulan aku juga mau ke Jakarta lusa ada acara.”
Tia :“asyik
nih.”
( Tifa menerima telepon )
Tifa : “Oh
iya bu, sekarang kita kesana.”
Terry :”eh
kenapa kenapa ?”
Tifa :
“ini Bu Dede nyuruh kita ke Lab. sekarang.”
( Semua keluar )
SCENE
2
Dua hari kemudian tasya
mengantarkan berkas yang berisikan formulir serta persyaratan dari salah satau
Perguruan Tinggi Negeri yang berlokasikan di Jakarta.
( Di Jakarta )
Tasya
: “Aduh mudah mudah an gak telat nih.
Jangan sampai tempat pendaftarannya ditutup dong.”
( Berhenti sejenak )
Tasya : “Eh tunggu, kok cuman ada 3 yah? Hah?
Punya Tifa kemana? Hm... kalau aku nyari yang punya Tifa dulu pasti telat. Ya
udah deh aku nganteri berkas ini dulu. (berhenti sejenak) Gapapa kan? Gapapa
deh.”
SCENE
3
1
bulan kemudian
Pengumuman penerimaan
murid baru telah keluar. Siswa mendapatkan surat yang menyatakan mereka
diterima di perguruan tinggi pilihan mereka.
(Tia, Tasya dan Terry memasuki ruangan dengan surat
ditangan mereka.)
Tia : “Ayo
kita buka bareng-bareng suratnya!”
Tia, Tasya, Terry: “1… 2… 3… LULUS!!” (senang)
Tifa : “Kalian
ngapain? Itu surat apa sih?”
Terry : “ini
kan surat penerimaan mahasiswa baru, masa kamu ga dapet!”
Tifa : “hah?
Serius? Asli loh, aku ga tau soal surat penerimaan itu!”
(mimik muka Tasya berubah ketakutan)
Tia : “Ke
Pak Ence sana! Barangkali aja ketinggalan atau apa gitu. Cepet!”
Terry : “sana-sana!”
(Tifa keluar ruangan, sedangkan ketiga temannya
cemas memikirkan dirinya. Tidak lama kemudian Tifa datang kembali)
Tia : “Gimana?
Gimana? Apa kata Pak Ence?”
(Tifa hanya diam lalu duduk dikursinya)
Terry : “itu
si Tifa samperin, kamu kan temennya.”
Tia : “Kamu
juga kali.”
Terry : “udah
buruan sana.”
(Tia mendekati Tifa)
Tia : “Tif
gimana?”
( Tifa tidak menggubris pertanyaan Tia )
Tia : “Tif
jawab dong, kok dem aja.”
Tifa : (
tidak menjawab lagi )
Tia : “Tif
ada apa? Cerita dong.”
Tifa
: “Maaf yah , kayak nya kita ga bisa
satu kos bareng, gak bisa pergi ke universitas bareng.”
Tia : “Maksud
kamu apa?”
Terry : “wah
wah wah, kamu gak lulus ?”( Tia menyikut lengan Terry )
Tifa : “Kamu bener Ry ( sendu )”
Tasya,Tia dan Terry :
“Hah ? serius ?” ( Terkejut )
Tifa : (
Hanya menganggukkan kepala )
Terry
: “ini mustahil. Secara gitu kan, tifa
itu paling rajin dan paling pinter diantara kita, tapi kok dia sendiri yang gak
lulus” . ( Dengan nada terkejut )
Tifa : “Kalian
gimana? Masih mau ngambil perguruan itu walaupun tanpa aku.”
( semua terdiam)
Tifa : “kalau kalian emang temen aku, sahabat
terbaik aku, kalian pasti nggak tega kan ngeliat aku hancur sendiri kayak gini?
kalian mau kan berjuang sama aku dari awal lagi, biar kita semua bisa satu
universitas. Kalian inget kan? Kalian yang bilang kalau kita harus sama-sama,
belajar bareng, wujudin mimpi kita bareng-bareng. tapi sekarang aku sendirian.
Cuman aku yang nggak keterima. Kalian, janji kalian, bisa kan kalian tepatin?”
Terry : “tapi
kan, masa depan aku, aku yang tentuin.”
Tia : “Terry… kamu bisa gak jaga ucapan kamu
dalam situasi ini. Aku tau sikap kamu emang kaya gini tapi untuk saat ini
tolong minta pengertiannya.”
Terry
: “Sshh.. emang kamu mau gitu
mengabaikan PMDK ini, kamu mau ngorbanin masa depan kamu hanya karena masalah
ini. Tifa bisa kan cari Universitas lain tanpa harus menyuruh kita untuk
menolak PMDK ini.”
Tia : “(
diam sejenak ) aku, aku, aku juga yaa gak mau ngorbanin ini tapi kan…”
Terry : “Tuh kan kamu juga nggak mau”!
Tia : “tapi
kan gak harus ngomong kasar kaya kamu!”
Terry : “udah lah terserah kamu, ini? (mencopot
pinnya) aku gak butuh! (membuang pin dan keluar)”
Tasya : “Terr…”
Tia : “udah
gak usah dikejar orang kaya dia.”
(Tia menghampiri Tifa)
Tia : “udah gak usah dipikirin kata-kata
Terry tadi, kamu kan bisa ikut ujian tulis lagian kamu siswa yang pintar
kan?masih banyak jalan buat kamu untuk keterima disana asalkan kamu mau
berusaha, tenang Tif.. kita pasti tetep dukung kamu.”
Tifa
: “kamu ngomong panjang lebar dan
intinya kamu tetep lebih memilih Universitas itu dari pada aku. Jadi bagi kamu,
masuk ke universitas itu tanpa aku biasa? Kamu tau, kalau aku ngeharepin banget
bisa satu Universitas sama kalian. Demi janji itu, aku belajar tiap hari aku
berusaha jadi anak rajin, tapi kenapa aku yang gak lulus?”
Tia : “aku juga gak ngerti Tif kenapa kamu
gak lulus dan bagi aku ga ada yang lebih
aku pilih, buat aku dua-dua nya itu penting. Kalau aku jadi kamu…”
Tifa
: “kalau kamu jadi aku kamu mau
ngapain? Kamu bakalan depresi juga kan? Udah lah jangan sok prihatin dan sok
bijak. Tapi akhirnya kamu ga bisa nepatin janji kamu buat sama-sama sama aku. Kamu
bukan sahabat yang baik kamu sama aja kaya sampah dijalanan itu.”
Tia
: “STOP TIF, aku disini udah baik-baik
ngomong sama kamu tapi kamu terus terus nyolot kaya gini, okay aku tau kamu
depresi aku tau kamu lagi stress, tapi waktu kamu ngebandingin aku, sahabat
kamu dari dulu ini sama sampah, apa kamu udah gila? Kamu itu.. argh!”
Tifa : “ya. Kamu sampah yang gak berguna, saat
temen kamu nggak lulus, kamu enak-enakan tumpang kaki dan berbahagia karna udah
lulus.”
Tia : “terserah deh kamu mau ngomong apa,
aku udah gak peduli lagi, dan awalnya aku udah care banget sama kenyataan buruk
yang baru kamu alami tapi mendengar semua perkataan kamu barusan.. aku udah
bener bener nyesel Tif,nyesel ngomong baik-baik sama kamu. Sekarang TERSERAH!
AKU NGGAK AKAN PEDULI LAGI SAMA KAMU!” (keluar)
(Tifa masih menangis di mejanya)
Tasya : “Tif,
kamu gapapa?”
Tifa : “UDAAAAAH! UDAH, JANGAN ADA YANG NGOMONG
LAGI! MENDING KAMU PERGI!”
(Tasya terlihat kebingungan)
Tifa : “oh,
jadi harus aku yang keluar? OKE!” (keluar)
(tiba-tiba berhenti)
Tifa : “aku lihat tadi Terry melempar ini kan?
Kalau gitu, aku juga udah ga butuh!” (melempar pin -nya)
(Tasya menatap kaku, lalu dengan berat hati memungut
pin yang dibuang Terry dan Tifa lalu keluar )
SCENE
4
Semenjak saat itu
mereka tidak pernah akur dan berhubungan kembali, Tifa sudah menghilang
kabarnya, sedangkan Tia,Tasya dan Terry walaupun mereka satu Universitas tapi
mereka tidak pernah saling menegur satu sama lain.Namun ternyata Tuhan
berencana untuk mempersatukan mereka kembali di suatu tempat kenangan mereka.
( Tia masuk )
Tia menelepon seseorang sambil menggerutu sepertinya
ia sudah berkeliling sekolah tapi ia tidak menemukan orang yang dia cari.
( Terry masuk )
Terry
: “Permisi mau tanya tempat pembangunan
sarana pengolahan limbah dimana, ya? Saya pemegang tender pembangunan gedung
pengolahan limbah.”
Tia
: “Gedung pengolahan limbah ada
disebelah pojok kanan dekat ruangan Lab. Biologi, anda lurus saja belok kanan
nanti disana tertera nama gedung nya. (pandangannya masih tidak terlepas dari
Handphone nya)”
Terry : “iya,
terimakasih mbak.” ( Terry sudah agak jauh saat Tia berteriak memanggilnya )
Tia
: “Tunggu.. anda mau pergi kesana?
Kebetulan sekarang saya akan menuju kesana, kalau mau kita bisa pergi bersama.”
Terry : (membalikkan
badan)
Tia : “Mari
mbak kita langsung menuju kesana.” ( menyembunyikan rasa terkejutnya )
(mereka berjalan melewati koridor)
Tia : “gimana
kabarmu? Aku nggak nyangka ternyata kita bisa bertemu disini.”
Terry : “aku
juga.”
Untuk
beberapa saat, suasana menjadi hening. Tiba-tiba seseorang berlari menuju Terry
dan Tia.
Tasya
: “permisi, boleh minta waktunya
sebentar. Saya adalah wartawan KOMPAS yang ingin mewancarai anda.”
( Tia dan Terry membalikkan badan dan melihat kearah
wanita itu )
Tasya : “Tia
? Terry ?”
Terry : “Ah, kayaknya bentar lagi aku bakalan
gila deh. Kenapa bisa ketemu sama kalian berdua di hari yang sama? Oh bukan
cuma hari yang sama, tapi di tempat yang sama juga. Tifa, dimana dia? ”
Tia
: “iya ya, gimana keadaan Tifa
sekarang? Apa dia hidup dengan bahagia? Akhirnya dia kuliah dimana? Aku benar-benar ingin bertemu dengannya.”
Terry : “Sudah
lah, mending kita ke Gedung Pengolahan Limbah sekarang”
Tasya
: “Kalian.. tunggu! Sebenarnya ada hal
penting yang mau aku omongin ke kalian”
Terry : “Hm?”
Tasya: “Tapi janji dulu, jangan marah!”
Tia :
(mengangguk)
Tasya
: “Ini soal Tifa yang nggak lulus 7
tahun yang lalu.”
Tia : “Kenapa?”
Tasya : “Eeerr… waktu itu, sebenernya… dia bukan ga
lulus”
Terry:
“Tapi?”
Tasya:
“waktu itu berkasnya ilang, gara-gara waktunya mepet jadi Cuma ada 3 berkas
yang aku kirim.”
Tia : “APA?
Kamu ga asal ngomongkan? Kamu lagi gak ngigau kan?”
Tasya : “Enggak,
ini emang kenyataanya, Ya!” (dengan rasa bersalah)
Terry : “kenapa
kamu gak bilang dari dulu?”
Tasya
: “Aku takut… ngeliat Tifa yang
benar-benar depresi kayak gitu bikin aku
terkejut dan akhirnya mutusin buat bungkam soal kebenarannya sampai sekarang
dan karena itu kita jadi kayak gini, terlebih Tifa, aku benar benar merasa
bersalah sama dia. Untungnya aku bisa ketemu kalian lagi disini, sekarang ini.”
Tia : “Tapi
tunggu, kenapa berkas berkas persyaratan tifa bisa gak sampai?”
Tasya
: “Kalian kan tahu waktu itu hari
terakhir penutupan pendaftaran, saat hampir sampai aku baru sadar bahwa berkas
milik Tifa hilang entah dimana. Awalnya aku mau kembali dan mencari berkas itu,
tapi aku takut waktu pendaftaran nya keburu ditutup dan malah berimbas kepada
kita. Disana aku berfikir lebih baik menyerahkan berkas-berkas yang ada dulu
dan masalah Tifa, aku tau ia pintar jadi walaupun tidak diterima di Universitas
ini dia bisa dengan mudahnya mendaftar atau testing di Universitas lain. Tapi
aku ga tau kalau masalah nya bisa jadi sebesar ini. Aku benar-benar mau minta
maaf sama Tifa , sama kalian juga.”
Terry : “aku tau sekarang kita sudah dewasa, dan
kita akan menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin tanpa melakukan hal
kekanak-kanakan seperti 7 tahun lalu.”
Tia : “kalau pun aku menjadi kamu, aku juga
akan melakukan hal yang sama jadi ini semua bukan sepenuhnya salah kamu dan
enggak ada yang salah disini.”
Tasya
: “aku janji, kalau suatu hari aku
bertemu Tifa aku akan langsung meminta maaf padanya.”
( semuanya tersenyum )
(tia dan terry merangkul tasya)
(tiba-tiba seseorang menghamiri mereka)
Tifa : “Nona-nona
anda telah ditunggu diruang pengolahan limbah, mari!.”
(semua menoleh pada Tia)
Tifa : “Kalian.”
Tasya : “Tifa.”
(Tifa hendak pergi, tapi dicegah oleh Tasya)
Tasya : “Tunggu
Tifa, aku mau ngasih ini, ini punya kamu kan?” (menyerahkan pin Tifa)
Tifa : “(menengok dan tersennyum sinis) apa
kamu nggak ingat? Dari tujuh tahun yang lalu juga aku udah bilang kalau aku
nggak butuh pin itu, maupun kalian.”
Tasya : “Tifa, kita disini bertemu secara kebetulan
dan aku nggak mau ngilangin kesempatan ini buat minta maaf sama kamu.”
Tifa : (Diam)
Tasya : “Sebenarnya, penyebab kamu nggak lulus
universitas itu karena aku. Lebih tepatnya bukan nggak lulus, tapi memang aku
nggak pernah mendaftarkan kamu.”
Tifa :
(terkerjut) “Kamu.. ko bisa?”
Tasya menceritakan semuanya kembali. Sesekali Tifa
terlihat menahan amarahnya. Tia dan Terry yang melihat mereka mencoba diam
untuk tidak memperkeruh Susana. Tasya terlihat sangat ketakutan dan menyesal.
Namun hatinya lebih terasa lega sekarang.
Tasya : “Jadi
gitu tif, kamu nggak marah kan?”
Tifa : “(tersenyum mengenaskan) “Hmm, kasihan banget
aku ini ya, siapa yang menyangka akan masa depan seseorang. Tapi aku tahu,
semua pasti ada berkah nya.” (tersenyum). “Kita cuma bisa merencanakan, dan
Tuhan lah yang menentukan. Tuhan yang menentukan aku, kamu, dan kita semua akan
menjadi seperti apa di masa yang akan datang. Siapa yang menyangka bahwa aku
yang nggak lulus universitas ini bisa menjadi seorang guru. Tia sebagai
peneliti, Terry dengan bisnis pembangunannya dan kamu sebagai jurnalis. Sekarang
aku tahu, Tuhan mempunyai rencana yang
lebih besar dan terbaik untuk hidup kita. Nggak ada yang perlu minta maaf.
Tuhan pastinya menginginkan kita bersama-sama kembali, makanya mempermukan kita
disini.”
Tia : “Iya, kita tidak akan bersikap emosi
lagi kan? Yang nanti ujungnya malah ngebuat masalah tambah besar. Jadikanlah
ini sebagai pelajaran.”
Terry : “Karena sahabat itu, bukan selalu ada dan
mendukung apapun pilihanmu, tapi sahabat yang baik itu adalah sahabat yang
menegurmu ketika kamu mengambil keputusan yang salah.”
Tasya : “Pakai nih (memberikan pin pada Terry dan
Tifa), ayo kita pakai ini lagi dan pergi ke ruang pengolahan limbah sekarang.
Bukannya kita datang ke sini buat kerja?” (menggandeng tangan mereka)
TAMAT
Creatd By :
- Graminda Dalilah Ayuni
- Indah Nafidah Hayati
- Novi Oktaviani
- Popon Komala
Thanks, sangat membantu.
BalasHapus