Syeikh Abdulqadir Al-Jailani menyatakan, “Seorang hamba harus menghadapi perintah untuk dikerjakan, larangan untuk dijauhi dan takdir yang harus disabari.”
Pernyataan beliau ini memiliki dua sisi; sisi pertama dari
Allah dan sisi yang lainnya dari hamba. Allah Ta’ala memiliki dua
hukum atas hamba-Nya yaitu hukum syar’i dan hukumkauniyah.
Hukum syar’i berhubungan dengan perintah Allah dan hukum kauniyahberhubungan
dengan penciptaan-Nya, sebab Allah-lah yang memiliki penciptaan dan perintah,
sebagaimana firman-Nya,
أَلاَ لَهُ الْخَلْقُ وَاْلأَمْرُ
تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak
Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al-A’raf : 54).
Hukum syar’i yang menjadi hak Allah itu
ditinjau dari yang dituntut ada dua. Pertama, yang dituntut itu dicintai Allah,
maka harus dikerjakan ada kalanya hukumnya wajib atau sunnah dan ini tidak bisa
dilakukan secara sempurna tanpa kesabaran. Apabila hal itu dibenci Allah maka
yang harus dilakukan adalah meninggalkannya, baik hukumnya haram atau makruh.
Ini juga harus dengan kesabaran.
Adapun Hukum kauniyah-nya inilah yang dinamakan
ketetapan dan takdir Allah, inipun butuh kesabaran.
Sehingga agama kembali kepada tiga hal ini yaitu
melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan sabar menghadapi takdir Allah, ini
dari sisi Allah.
Sedangkan dari sisi hamba sendiri, mereka tidak akan lepas
dari tiga perkara ini selama masih menjadi mukallaf. Tidak akan lepas dari
tiga perkara diatas sampai hilang darinya beban taklif (tidak
jadi mukallaf lagi). Padahal ketiga perkara diatas tidak akan dapat
dihadapi seorang hamba kecuali dengan kesabaran, sehingga seorang hamba harus
memiliki tiga kesabaran; sabar diatas ketaatan dan perintah Allah hingga
menunaikannya, sabar dari maksiat dan larangan Allah sampai tidak terjerumus
padanya, dan sabar menghadapi takdir dan ketetapan Allah hingga tidak murka
dengannya.
Ketiga hal inilah yang diwasiatkan Luqman kepada anaknya
dalam firman Allah,
يَابُنَيَّ
أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَاصْبِرْ عَلَى مَآأَصَابَكَ إِنَّ
ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُورِ
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman:17).
Demikian juga Allah sampaikan tiga perkara ini dalam
firmanNya,
إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ {19} الَّذِينَ يُوفُونَ بِعَهْدِ اللهِ وَلاَيَنقُضُونَ الْمِيثَاقَ
{20} وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَآأَمَرَ اللهُ بِهِ أَن
يُوصَلَ وَيَخشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ {21} وَالَّذِينَ
صَبَرُوا ابْتِغَآءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا
وَعَلاَنِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُوْلَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
.22}
“Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran,(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak
perjanjian,dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan
supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang
buruk. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka, secara
sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan;
orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).” (QS. Ar-Ra’d:
19-22).
Ibnul Qayim dalam kitab Idatush Shabirin menyatakan,
“Yang dimaksud bahwa ayat-ayat ini mencakup seluruh kedudukan (Maqam) Islam dan
iman. Ayat-ayat ini mencakup pelaksanaan perintah dan meninggalkan larangan dan
sabar menghadapi takdir Allah. Allah juga sampaikan tiga perkara ini dalam
firmanNya,
وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا
“Jika kamu bersabar dan bertakwa.” (QS. Ali Imran:186).
Dan,
مَن يَتَّقِ وَيَصْبِرْ
“Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan
bersabar.” (QS. Yusuf: 90).
Serta,
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
.200
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 200).
Maka seluruh ayat yang digabungkan ketakwaan dengan sabar
mencakup tiga perkara ini, karena hakekat takwa adalah melaksanakan perintah
dan meninggalkan larangan.”
Mengapa ketaatan butuh kesabaran?
Seseorang harus sabar diatas ketaatan, karena ketaatan itu
berat bagi jiwa dan terkadang berat bagi badan, bahkan juga dari sisi harta.
Semisal ibadah haji, ibadah ini memerlukan kesabaran menahan diri dari hal-hal
yang dilarang, ini tentunya berat dan menyusahkan jiwa pelakunya. Juga dalam
haji banyak amalan badan, dari melempar jumrah, thawaf, sa’i dan
lain-lainnya yang menyebabkan kesulitan dan kelelahan badan. Ditambah lagi
harus keluar uang dan harta yang tidak sedikit. Semua ini tentunya mengharuskan
adanya kesabaran.
Demikian juga meninggalkan larangan dan menahan diri dari
kemaksiatan butuh sekali kepada kesabaran. Sebab hawa nafsu mendorong kita
berbuat maksiat dan melanggar larangan Allah. Sehingga seseorang harus tabah
dan sabar menahan dirinya untuk tidak melakukan perbuatan tersebut.
Oleh karena itu Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوااللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ .200
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS. Ali-Imran: 200).
Syeikh Ibnu Utsaimin menafsirkan ayat diatas yang intinya
adalah, Allah (dalam ayat ini) memerintahkan kaum mukminin berbuat empat
perkara:
Bersabar dari kemaksiatan. Kemaksiatan tidak terjadi kecuali
ketika hawa nafsu mendorongnya.
Mushabarah. Ini ada pada ketaatan, Karena ketaatan berisi
dua perkara:
1. Beban perbuatan pada seseorang dan ia harus memaksakan
diri
2. Berat bagi jiwa, karena beratnya melaksanakan ketaatan
sama dengan beratnya meninggalkan maksiat bagi jiwa dan hawa nafsu.
Al-Murabathah yang berarti kebaikan yang banyak dan
sinambung diatasnya.
Takwa yang mencakup ketiga hal diatas.
Kemudian Allah menjelaskan bahwa pelaksanaan keempat perkara
diatas adalah sebab-sebab timbulnya kesuksesan. (Diambil secara bebas dan
perubahan dari kitab Syarhu Riyadh shalihin, 1/122-123).
Siapa yang ingin sukses segera wujudkan keempat perkara
diatas!
Demikianlah, kesabaran harus tetap dilatih sekuat mungkin
hingga dapat mewujudkan ketakwaan dalam diri kita masing-masing.
Mudah-mudahan bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar