Home / islam
Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan
Ramadhan was Coming
Marhaban Ya Ramadhan ^^
Selamat datang bulan suci Ramadhan, bulan penuh rahmat dan ampunan..
Semoga makin giat dalam beribadah.. Semoga makin semangat dalam beraktivitas, karena puasa bukan penghalang kita untuk tetap aktif malakukan segala aktifitas. YEAY
Alhamdulillah.. awal Ramadhan tahun 2016 pertama kalinya dibarengi oleh pelaksanaan UAS kuliah semester genap. besok tepat 1 Ramadhan = hari pertama UAS. Kerenn yaa !! sambil berjuang melaksanakan UAS sambil menunggu waktu berbuka hehehe jadi bermanfaat sekali waktu yang nanti akan saya lewati terlebih selepas solat tarawih saya mesti berlajar keras kembali untuk mempersiapkan UAS dihari esoknya, begitu seterusnya hingga Ramadhan di hari ke-5. Semangat belajar, jaga kesehatan..minta doa orang tua dan minta juga sama Allah.. InsyaAllah pasti UAS akan terasa menjadi mudah hehe
Walau diawal Ramadhan ini sangat jauh dari orang tua, sholat, makan, sahur, berbuka semuanya sendiri :') *Syedihhh tapi... bahagia sekali rasanya ... karena masih bisa dipertemukan dengan bulan Ramadhan... Semoga Allah melindungi dan menjaga saya disini hehe agar saya bisa memaksimalkan datangnya bulan Ramadhan terlepas dari kesibukan dunia yang memang tak ada habisnya. Kuatkan niat.. semangat.. Bismillah.. InsyaAllah UAS nya lancar, ibadahnya kita juga lancar...
Aamiin...
Keistimewaan Bulan Suci Ramadhan
Sesungguhnya Allah Ta’ala mengkhususkan bulan Ramadhan di antara bulan-bulan lainnya dengan keutamaan yang agung dan keistimewaan yang banyak. Allah Ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى
لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ
مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu
yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).Di dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta’ala menyebutkan dua keistimewaan bulan Ramadhan yang agung, yaitu:
Keistimewaan pertama, diturunkannya Al-Qur’an di dalam bulan Ramadhan sebagai petunjuk bagi manusia dari kegelapan menuju cahaya. Dengan kitab ini, Allah memperlihatkan kepada mereka kebenaran (al-haq) dari kebatilan. Kitab yang di dalamnya terkandung kemaslahatan (kebaikan) dan kebahagiaan (kemenangan) bagi umat manusia, serta keselamatan di dunia dan di akhirat.
Keistimewaan ke dua, diwajibkannya berpuasa di bulan tersebut kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika Allah Ta’ala memerintahkan hal tersebut dalam firman-Nya (yang artinya),” Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam [1], di antara kewajiban yang Allah Ta’ala wajibkan, dan telah diketahui dengan pasti bahwa puasa Ramadhan adalah bagian dari agama, serta berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin. Barangsiapa yang mengingkarinya (kewajiban puasa Ramadhan), maka dia telah kafir.
Barangsiapa yang berada di negeri tempat tinggalnya (mukim atau tidak bepergian) dan sehat, maka wajib menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya),” Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” (QS. Al-Baqarah [2]: 185) Dan barangsiapa yang bepergian (musafir) atau sakit, maka wajib baginya mengganti puasa di bulan yang lain, sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Dari sini jelaslah bahwa tidak ada keringanan untuk tidak berpuasa di bulan tersebut, baik dengan menunaikannya di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan kecuali bagi orang yang sudah tua renta atau orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya. Kedua kelompok tersebut tidaklah mampu berpuasa, baik di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan. Bagi keduanya terdapat hukum (aturan) lain yang akan datang penjelasannya, in syaa Allah.
Dan termasuk di antara keutamaan bulan Ramadhan adalah apa yang dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shahihain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Jika bulan Ramadhan tiba, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka, dan setan-setan dibelenggu” [2]Hadits ini menunjukkan atas keistimewaan yang agung dari bulan yang penuh berkah ini, yaitu,
Pertama, dibukanya pintu-pintu surga di bulan Ramadhan. Hal ini karena banyaknya amal shalih yang disyariatkan di bulan tersebut yang menyebabkan masuknya seseorang ke dalam surga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. An-Nahl [16]: 32).Kedua, ditutupnya pintu-pintu neraka di bulan ini, disebabkan oleh sedikitnya maksiat yang dapat memasukkan ke dalam neraka, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَأَمَّا مَنْ طَغَى (37) وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (38) فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (39)
“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya)” (QS. An-Nazi’at [79]: 37-39).Dan juga firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka
sesungguhnya baginyalah neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya” (QS. Jin [72]: 23).Ketiga, setan-setan dibelenggu di bulan Ramadhan. Setan tidak mampu untuk menggoda (menyesatkan) manusia, menjerumuskan manusia dalam kemaksiatan, atau memalingkan manusia dari amal shalih, sebagaimana yang setan lakukan di selain bulan Ramadhan. Tercegahnya manusia -di bulan yang penuh berkah ini- dari melakukan berbagai hal yang keji merupakan rahmat untuk kaum muslimin, sehingga mereka pun memiliki kesempatan untuk mengerjakan berbagai amal kebaikan dan menghapus dosa-dosa mereka.
Dan termasuk dalam keutamaan bulan yang penuh berkah ini adalah dilipatgandakannya amal kebaikan di dalamnya. Diriwayatkan bahwa amalan sunnah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang sama dengan amal wajib. Satu amal wajib yang dikerjakan di bulan ini setara dengan 70 amal wajib. Barangsiapa yang memberi buka puasa untuk seorang yang berpuasa, maka diampuni dosanya dan dibebaskan dari api neraka, dan baginya pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala oarang yang berpuasa tersebut sedikit pun.
Semua kebaikan, berkah, dan anugerah ini diberikan untuk kaum muslimin dengan datangnya bulan yang penuh berkah ini. Oleh karena itu, hendaklah kaum muslimin menyambut bulan ini dengan kegembiraan dan keceriaan, memuji Allah yang telah mempertemukannya (dengan bulan Ramadhan), dan meminta pertolongan kepada-Nya untuk dapat berpuasa dan mengerjakan berbagai amal shalih di bulan Ramadhan.
Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan yang agung dan mulia, bulan yang penuh berkah bagi umat Islam. Kami memohon kepada Allah Ta’ala untuk menganugerahkan keberkahan bulan Ramadhan kepada kami. [3]
***
Selesai diterjemahkan di siang hari, Sint-Jobskade Rotterdam NL, Sabtu 5 Sya’ban 1436
Yang senantiasa membutuhkan rahmat dan ampunan Rabb-nya,
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
—
Catatan kaki:
[1] Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ
الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima perkara, (1) syahadat bahwasannya
tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah; (2) mendirikan shalat; (3) menunaikan zakat; (4)
berhaji; dan (5) puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 7 dan Muslim no. 16)[2] HR. Bukhari no. 1898, 1899 dan Muslim no. 1079.
[3] Diterjemahkan dari: Ittihaaf Ahlil Imaan bi Duruusi Syahri Ramadhan, karya Syaikh Dr. Shalih Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Daar ‘Ashimah Riyadh KSA, cetakan ke dua, tahun 1422, hal. 135-137.
Sumber : muslim.or.id
Belajar Memahami Takdir Allah
Sejak seseorang membuka matanya, tak ada satu pun yang
dialaminya di dunia ini terjadi dengan sendirinya dan terlepas dari Allah.
Segala yang ada secara keseluruhan diciptakan oleh Allah, satu-satunya zat yang
memegang kendali alam semesta. Ciptaan Allah bersifat sempurna, tanpa cacat, dan
sarat dengan tujuan. Ini adalah takdir yang diciptakan oleh Allah. Seseorang
tidak boleh mengotak-ngotakkan peristiwa yang terjadi dengan menamai kebaikan
pada sebuah peristiwa dan kejahatan pada peristiwa yang lain. Apa yang menjadi
kewajiban seseorang adalah menyadari dan menghargai kesempurnaan dalam setiap
peristiwa.
Kita harus percaya bahwa ada kebaikan dalam setiap
ketetapan-Nya serta tetap menyadari kenyataan bahwa kebijaksanaan Allah yang
tak terbatas ini telah direncanakan untuk sebuah hasil akhir yang paling
sempurna. Bahkan mereka yang percaya dan mencari kebaikan dalam segala
peristiwa yang menimpa mereka, baik di dunia ini maupun akhirat nanti, mereka
akan menjadi bagian dari kebaikan yang abadi.
Hampir di setiap halaman Al-Qur`an, Allah meminta kita untuk
memerhatikan hal tersebut. Inilah sebabnya mengapa ketidakmampuan dalam
mengingat bahwa segalanya berjalan sesuai dengan takdir itu menjadi sebuah
kegagalan yang mengerikan bagi seorang mukmin. Takdir yang dituliskan oleh
Allah begitu unik dan dilewati oleh seseorang benar-benar sesuai dengan apa
yang telah Allah tetapkan. Orang awam menganggap kepercayaan akan takdir
semata-mata hanya merupakan cara untuk “menghibur diri” di saat tertimpa
kemalangan. Sebaliknya, seorang mukmin memiliki pemahaman yang benar akan
takdir. Ia sepenuhnya menganggap bahwa takdir adalah sebuah rencana Allah yang
sempurna yang telah dirancang khusus untuk dirinya.
Takdir adalah rencana tanpa cacat yang dibuat untuk
mempersiapkan seseorang untuk sebuah kenikmatan surga. Takdir penuh dengan
keberkahan dan maksud Ilahiah. Setiap kesulitan yang dihadapi seorang mukmin di
dunia ini akan menjadi sumber kebahagiaan, kesenangan, dan kedamaian yang tak
terbatas di kemudian hari.
“Sesungguhnya, setelah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS
Al-Insyirah: 5) Ayat ini menarik kita pada kenyataan bahwa di dalam takdir
seseorang, kesabaran dan semangat yang ditunjukkan oleh seorang mukmin, telah
dituliskan sebelumnya bersama-sama dengan balasannya masing-masing di akhirat.
Sekali waktu mungkin terjadi, seorang mukmin menjadi marah
atau khawatir akan terjadinya hal-hal tertentu. Penyebab utama dari kemarahan
yang ia rasakan adalah karena ia lupa bahwa semua itu merupakan bagian dari
takdirnya dan bahwa takdirnya itu telah diciptakan oleh Allah hanya untuk
dirinya sendiri. Walaupun demikian, ia akan merasa nyaman dan tenang ketika ia
diingatkan akan tujuan ciptaan Allah.
Karena itulah, seorang mukmin harus belajar untuk terus
mengingat bahwa segalanya telah ditetapkan sebelumnya. Ia harus mengingatkan
orang lain akan hal ini. Ia harus bersabar saat menghadapi peristiwa-peristiwa
yang Allah telah takdirkan untuknya dengan memberikan rasa percayanya kepada
Allah dalam jarak waktu yang tak terbatas. Tak lupa, ia harus berusaha
menemukan alasan-alasan di balik semua peristiwa tersebut. Jika ia berusaha
memahami alasan-alasan ini, dengan seizin Allah, ia akhirnya akan berhasil.
Bahkan walaupun ia tidak selalu berhasil menemukan maksud di baliknya, ia masih
tetap yakin bahwa ketika sesuatu terjadi, pastilah semua itu demi kebaikan dan
maksud tertentu.
Cerita Islami
Saya dapat sebuah kisah dari suatu blog, kisah ini benar-benar menginspirasi saya untuk senantiasa bersyukur dan bersabar terhadap segala masalah dan cobaan yang Allah berikan.
Dari kisah ini saya belajar bahwa tidak seharusnya saya mengeluh :( tidak seharusnya saya menyerah :( karena sesungguhnya disetiap cobaan yang Allah berikan pasti ada hikmah nya yang tersembunyi. Hadapilah setiap masalah dan cobaan dengan penuh kesabaran dan rasa syukur. Karena biasanya.. kita menjadi sering mengeluh dan menjadi tidak penyabar itu karena kita tak banyak bersyukur.
Saya ingin temen-temen juga membaca kisah nya :)
Mudah-mudah bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah dibawah ini :)
Bismillah...........
>>>>>>>>>>>
Kisah Sabar Yang Paling Mengagumkan
Prof. Dr. Khalid al-Jubair penasehat spesialis bedah jantung
dan urat nadi di rumah sakit al-Malik Khalid di Riyadh mengisahkan sebuah kisah
pada sebuah seminar dengan tajuk Asbab Mansiah (Sebab-Sebab Yang Terlupakan).
Mari sejenak kita merenung bersama, karena dalam kisah tersebut ada nasihat dan
pelajaran yang sangat berharga bagi kita.
Sang dokter berkata:
Pada suatu hari -hari Selasa- aku melakukan operasi pada seorang anak berusia
2,5 tahun. Pada hari Rabu, anak tersebut berada di ruang ICU dalam keadaan
segar dan sehat.
Pada hari Kamis pukul 11:15 -aku tidak melupakan waktu ini karena pentingnya
kejadian tersebut- tiba-tiba salah seorang perawat mengabariku bahwa jantung
dan pernafasan anak tersebut berhenti bekerja. Maka akupun pergi dengan cepat
kepada anak tersebut, kemudian aku lakukan proses kejut jantung yang
berlangsung selama 45 menit. Selama itu jantungnya tidak berfungsi, namun
setelah itu Allah Subhanaahu wa Ta’ala menentukan agar jantungnya kembali
berfungsi. Kamipun memuji Allah Subhanaahu wa Ta’ala .
Kemudian aku pergi untuk mengabarkan keadaannya kepada
keluarganya, sebagaimana anda ketahui betapa sulit mengabarkan keadaan kepada
keluarganya jika ternyata keadaannya buruk. Ini adalah hal tersulit yang harus
dihadapi oleh seorang dokter. Akan tetapi ini adalah sebuah keharusan. Akupun
bertanya tentang ayah si anak, tapi aku tidak mendapatinya. Aku hanya mendapati
ibunya, lalu aku katakan kepadanya: “Penyebab berhentinya jantung putramu dari
fungsinya adalah akibat pendarahan yang ada pada pangkal tenggorokan dan kami
tidak mengetahui penyebabnya. Aku kira otaknya telah mati.”
Coba tebak, kira-kira apa jawaban ibu tersebut?
Apakah dia berteriak? Apakah dia histeris? Apakah dia
berkata: “Engkaulah penyebabnya!”
Dia tidak berbicara apapun dari semua itu bahkan dia berkata: “Alhamdulillah.”
Kemudian dia meninggalkanku dan pergi.
Sepuluh hari berlalu, mulailah sang anak bergerak-gerak.
Kamipun memuji Allah Subhanaahu wa Ta’ala serta menyampaikan kabar gembira
sebuah kebaikan yaitu bahwa keadaan otaknya telah berfungsi.
Pada hari ke-12, jantungnya kembali berhenti bekerja disebabkan oleh pendarahan
tersebut. Kami pun melakukan proses kejut jantung selama 45 menit, dan
jantungnya tidak bergerak. Maka akupun mengatakan kepada ibunya: “Kali ini
menurutku tidak ada harapan lagi.” Maka dia berkata: “Alhamdulillah, ya Allah
jika dalam kesembuhannya ada kebaikan, maka sembuhkanlah dia wahai Rabbi.”
Maka dengan memuji Allah, jantungnya kembali berfungsi, akan
tetapi setelah itu jantung kembali berhenti sampai 6 kali hingga dengan
ketentuan Allah Subhanaahu wa Ta’ala spesialis THT berhasil menghentikan
pendarahan tersebut, dan jantungnya kembali berfungsi.
Berlalulah sekarang 3,5 bulan, dan anak tersebut dalam keadaan koma, tidak
bergerak. Kemudian setiap kali dia mulai bergerak dia terkena semacam
pembengkakan bernanah aneh yang besar di kepalanya, yang aku belum pernah
melihat semisalnya. Maka kami katakan kepada sang ibu bahwa putra anda akan
meninggal. Jika dia bisa selamat dari kegagalan jantung yang berulang-ulang,
maka dia tidak akan bisa selamat dengan adanya semacam pembengkakan di
kepalanya. Maka sang ibu berkata: “Alhamdilillah.” Kemudian meninggalkanku dan
pergi. Setelah itu, kami melakukan usaha untuk merubah keadaan segera dengan
melakukan operasi otak dan urat syaraf serta berusaha untuk menyembuhkan sang
anak. Tiga minggu kemudian, dengan karunia Allah Subhanaahu wa Ta’ala , dia
tersembuhkan dari pembengkakan tersebut, akan tetapi dia belum bergerak.
Dua minggu kemudian, darahnya terkena racun aneh yang
menjadikan suhunya 41,2oC. maka kukatakan kepada sang ibu: “Sesungguhnya otak
putra ibu berada dalam bahaya besar, saya kira tidak ada harapan sembuh.” Maka
dia berkata dengan penuh kesabaran dan keyakinan: “Alhamdulillah, ya Allah,
jika pada kesembuhannya terdapat kebaikan, maka sembuhkanlah dia.”
Setelah aku kabarkan kepada ibu anak tersebut tentang
keadaan putranya yang terbaring di atas ranjang nomor 5, aku pergi ke pasien
lain yang terbaring di ranjang nomor 6 untuk menganalisanya. Tiba-tiba ibu
pasien nomor 6 tersebut menagis histeris seraya berkata: “Wahai dokter, kemari,
wahai dokter suhu badannya 37,6o, dia akan mati, dia akan mati.” Maka kukatakan
kepadanya dengan penuh heran: “Lihatlah ibu anak yang terbaring di ranjang no
5, suhu badannya 41o lebih sementara dia bersabar dan memuji Allah.” Maka
berkatalah ibu pasien no. 6 tentang ibu tersebut: “Wanita itu tidak waras dan
tidak sadar.”
Maka aku mengingat sebuah hadits Rasulullah Sholallohu
‘alaihi wa sallam yang indah lagi agung:
(طُوْبَى لِلْغُرَبَاِء) “Beruntunglah
orang-orang yang asing.” Sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, akan tetapi
keduanya menggoncangkan ummat. Selama 23 tahun bekerja di rumah sakit aku belum
pernah melihat dalam hidupku orang sabar seperti ibu ini kecuali dua orang
saja.
Selang beberapa waktu setelah itu ia mengalami gagal ginjal, maka kami katakan
kepada sang ibu: “Tidak ada harapan kali ini, dia tidak akan selamat.” Maka dia
menjawab dengan sabar dan bertawakkal kepada Allah: “Alhamdulillah.” Seraya
meninggalkanku seperti biasa dan pergi.
Sekarang kami memasuki minggu terakhir dari bulan keempat,
dan anak tersebut telah tersembuhkan dari keracunan. Kemudian saat memasuki
pada bulan kelima, dia terserang penyakit aneh yang aku belum pernah melihatnya
selama hidupku, radang ganas pada selaput pembungkus jantung di sekitar dada
yang mencakup tulang-tulang dada dan seluruh daerah di sekitarnya. Dimana
keadaan ini memaksaku untuk membuka dadanya dan terpaksa menjadikan jantungnya
dalam keadaan terbuka. Sekiranya kami mengganti alat bantu, anda akan melihat
jantungnya berdenyut di hadapan anda..
Saat kondisi anak tersebut sampai pada tingkatan ini aku
berkata kepada sang ibu: “Sudah, yang ini tidak mungkin disembuhkan lagi, aku
tidak berharap. Keadaannya semakin gawat.” Diapun berkata: “Alhamdulillah.”
Sebagaimana kebiasaannya, tanpa berkata apapun selainnya.
Kemudian berlalulah 6,5 bulan, anak tersebut keluar dari ruang operasi dalam
keadaan tidak berbicara, melihat, mendengar, bergerak dan tertawa. Sementara
dadanya dalam keadaan terbuka yang memungkinkan bagi anda untuk melihat
jantungnya berdenyut di hadapan anda, dan ibunyalah yang membantu mengganti
alat-alat bantu di jantung putranya dengan penuh sabar dan berharap pahala.
Apakah anda tahu apa yang terjadi setelah itu?
Sebelum kukabarkan kepada anda, apakah yang anda kira dari keselamatan anak
tersebut yang telah melalui segala macam ujian berat, hal gawat, rasa sakit dan
beberapa penyakit yang aneh dan kompleks? Menurut anda kira-kira apa yang akan
dilakukan oleh sang ibu yang sabar terhadap sang putra di hadapannya yang
berada di ambang kubur itu? Kondisi yang dia tidak punya kuasa apa-apa kecuali
hanya berdo’a, dan merendahkan diri kepada Allah Subhanaahu wa Ta’ala ?
Tahukah anda apa yang terjadi terhadap anak yang mungkin
bagi anda untuk melihat jantungnya berdenyut di hadapan anda 2,5 bulan
kemudian?
Anak tersebut telah sembuh sempurna dengan rahmat Allah Subhanaahu wa Ta’ala
sebagai balasan bagi sang ibu yang shalihah tersebut. Sekarang anak tersebut
telah berlari dan dapat menyalip ibunya dengan kedua kakinya, seakan-akan tidak
ada sesuatupun yang pernah menimpanya. Dia telah kembali seperti sedia kala,
dalam keadaan sembuh dan sehat.
Kisah ini tidaklah berhenti sampai di sini, Apa Yang
Membuatku Menangis Bukanlah Ini, Yang Membuatku Menangis Adalah Apa Yang
Terjadi Kemudian:
Satu setengah tahun setelah anak tersebut keluar dari rumah
sakit, salah seorang kawan di bagian operasi mengabarkan kepadaku bahwa ada
seorang laki-laki berserta istri bersama dua orang anak ingin melihat anda.
Maka kukatakan kepadanya: “Siapakah mereka?” Dia menjawab, “tidak mengenal
mereka.”
Akupun pergi untuk melihat mereka, ternyata mereka adalah
ayah dan ibu dari anak yang dulu kami operasi. Umurnya sekarang 5 tahun seperti
bunga dalam keadaan sehat, seakan-akan tidak pernah terkena apapun, dan juga
bersama mereka seorang bayi berumur 4 bulan.
Aku menyambut mereka, dan bertanya kepada sang ayah dengan canda tentang bayi
baru yang digendong oleh ibunya, apakah dia anak yang ke-13 atau 14? Diapun
melihat kepadaku dengan senyuman aneh, kemudian dia berkata: “Ini adalah anak
yang kedua, sedang anak pertama adalah anak yang dulu anda operasi, dia adalah
anak pertama yang datang kepada kami setelah 17 tahun mandul. Setelah kami
diberi rizki dengannya, dia tertimpa penyakit seperti yang telah anda ketahui
sendiri.”
Aku tidak mampu menguasai jiwaku, kedua mataku penuh dengan
air mata. Tanpa sadar aku menyeret laki-laki tersebut dengan tangannya kemudian
aku masukkan ke dalam ruanganku dan bertanya tentang istrinya. Kukatakan kepadanya:
“Siapakah istrimu yang mampu bersabar dengan penuh kesabaran atas putranya yang
baru datang setelah 17 tahun mandul? Haruslah hatinya bukan hati yang gersang,
bahkan hati yang subur dengan keimanan terhadap Allah Subhanaahu wa Ta’ala .”
Tahukah anda apa yang dia katakan?
Diamlah bersamaku wahai saudara-saudariku, terutama kepada
anda wahai saudari-saudari yang mulia, cukuplah anda bisa berbangga pada zaman
ini ada seorang wanita muslimah yang seperti dia.
Sang suami berkata: “Aku menikahi wanita tersebut 19 tahun
yang lalu, sejak masa itu dia tidak pernah meninggalkan shalat malam kecuali
dengan udzur syar’i. Aku tidak pernah menyaksikannya berghibah (menggunjing),
namimah (adu domba), tidak juga dusta. Jika aku keluar dari rumah atau aku
pulang ke rumah, dia membukakan pintu untukku, mendo’akanku, menyambutku, serta
melakukan tugas-tugasnya dengan segenap kecintaan, tanggung jawab, akhlak dan
kasih sayang.”
Sang suami menyempurnakan ceritanya dengan berkata: “Wahai
dokter, dengan segenap akhlak dan kasih sayang yang dia berikan kepadaku, aku
tidak mampu untuk membuka satu mataku terhadapnya karena malu.” Maka kukatakan
kepadanya: “Wanita seperti dia berhak mendapatkan perlakuan darimu seperti
itu.” Kisah selesai.
Hati-hati Salah Kaprah Pengucapan "Subhanallah"
Huahhh T_T
pas baca artikel dibawah ini, saya baru tahu bahwa saya memang termasuk dalam kategori orang yang salah kaprah dalam mengucapkan Subhanallah..
Biasanya kalau saya mendengar,membaca atau menyaksikan sesuatu yang membuat saya takjub, spontan saya selalu mengucapkan Subhanallah... padahal seharusnya saya mengucapkan Masyaallah.. :(
Apa temen temen juga sama seperti saya ?? kalau Iya.. saya anjurkan temen-temen baca Artikel dibawah ini ^^biar temen-temen bisa tahu alasan dari salah kaprah ini ^^
Bismillah... mudah-mudah an gak pada salah kaprah lagi yahh :D
sumber
pas baca artikel dibawah ini, saya baru tahu bahwa saya memang termasuk dalam kategori orang yang salah kaprah dalam mengucapkan Subhanallah..
Biasanya kalau saya mendengar,membaca atau menyaksikan sesuatu yang membuat saya takjub, spontan saya selalu mengucapkan Subhanallah... padahal seharusnya saya mengucapkan Masyaallah.. :(
Apa temen temen juga sama seperti saya ?? kalau Iya.. saya anjurkan temen-temen baca Artikel dibawah ini ^^biar temen-temen bisa tahu alasan dari salah kaprah ini ^^
Bismillah... mudah-mudah an gak pada salah kaprah lagi yahh :D
Selama ini kita suka “tertukar” mengucapkan kata Subhanallah (Mahasuci
Allah) dan Masya Allah (Itu kehendak Allah). Kalau kita takjub,
kagum, atau mendengar hal baik dan melihat hal indah, biasanya kita
mengatakan Subhanallah sebagai bentuk apresiasi. Padahal, seharusnya
mengucapkan Masya Allah, yang bermakna “hal itu terjadi atas kehendak
Allah”
Subhanallah tepatnya digunakan untuk mengungkapkan
“ketidak setujuan atas sesuatu”. Misalnya, begitu mendengar ada kejahatan atau
kemaksiatan, kita katakanSubhanallah (Mahasuci Allah dari keburukan
demikian) selain istighfar.
Masya Allah
Artinya, “Allah telah berkehendak akan hal itu”. Ungkapan kekaguman kepada Allah dan ciptaan-Nya yang indah lagi baik. Menyatakan “semua itu terjadi atas kehendak Allah”.
Artinya, “Allah telah berkehendak akan hal itu”. Ungkapan kekaguman kepada Allah dan ciptaan-Nya yang indah lagi baik. Menyatakan “semua itu terjadi atas kehendak Allah”.
Diucapkan bila seseorang melihat hal yang baik dan
indah. Ekspresi penghargaan sekaligus pengingat bahwa semua itu bisa terjadi
hanya karena kehendak-Nya.
“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki
kebunmu “Maasya Allah laa quwwata illa billah” (sungguh atas kehendak Allah
semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya
kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan?” (QS.
Al-Kahfi: 39).
Subhan Allah
Saat mendengar atau melihat hal buruk/jelek, ucapkan Subhanallah sebagai penegasan: Allah Mahasuci dari keburukan tersebut.
Saat mendengar atau melihat hal buruk/jelek, ucapkan Subhanallah sebagai penegasan: Allah Mahasuci dari keburukan tersebut.
Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Suatu hari aku berjunub dan
aku melihat Rasulullah Saw berjalan bersama para sahabat, lalu aku menjauhi
mereka dan pulang untuk mandi junub. Setelah itu aku datang menemui Rasulullah
Saw. Beliau bersabd : ‘Wahai Abu Hurairah, mengapakah engkau malah pergi
ketika kami muncul?’ Aku menjawab: ‘Wahai Rasululla , aku kotor (dalam
keadaan junub) dan aku tidak nyaman untuk bertemu kalian dalam keadaan
junub. Rasulullah Saw bersabda:Subhanallah, sesungguhnya mukmin tidak
najis” (HR. Tirmizi). “Sesungguhnya mukmin tidak najis” maksudnya, keadaan
junub jangan menjadi halangan untuk bertemu sesama Muslim.
Dalam Al-Quran, ungkapan Subhanallah digunakan
dalam menyucikan Allah dari hal yang tak pantas (hal buruk), misalnya “Mahasuci
Allah dari mempunyai anak, dari apa yang mereka sifatkan, mereka persekutukan”,
juga digunakan untuk mengungkapkan keberlepasan diri dari hal menjijikkan
semacam syirik (QS. 40-41).
“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan
mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat: ”Apakah mereka ini
dahulu menyembah kamu?” Malaikat-malaikatitu menjawab: “Mahasuci Engkau.
Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin;
kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”. (QS. Saba’: 40-41).
“Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Mahasuci Engkau (dari menciptakan hal yang sia-sia), maka peliharalah
kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran:109).
Kesimpulannya, ungkapan Subhaanallah dianjurkan
setiap kali seseorang melihat sesuatu yang tidak baik, bukan yang baik-baik
atau keindahan. Dengan ucapan itu, kita menegaskan bahwa Allah Swt Mahasuci
dari semua keburukan tersebut. Masya Allah diucapkan bila seseorang
melihat yang indah-indah. Wallahu a’lam.
sumber
Batasan pergaulan Pria dan Wanita
Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita saling mengingatkan :')
terlebih mengingatkan saudara saudari kita dalam kasus yang akan saya bahas sekarang ini, kasus ini pasti selalu melanda para ABG ABG,Remaja-remaja dan pemuda pemudi muslimin semua :')
Oleh karena itu, saya mencoba untuk memberikan artikel mengenai ini, mudah mudah an kalian yang membaca.... tergugah hatinya untuk senantiasa menjaga diri dari lawan jenis nya :') Bergaul ? tentu saja boleh :) tapi dalam islam semua itu ada batas batas nya.. Ingat... dalam Islam semua itu ada aturannya, termasuk aturan dalam Pergaulan antara Pria dan Wanita.. antara Ikhwan dan Akhwat :)
Kalian muslim kan?? coba belajar dari sekarang untuk senantiasa menjaga diri dari hal hal yang Islam sendiri melarangnya.
yooo..dibaca yaa artikelnya :')
Bismillahirrahmanirrahim......
Islam menetapkan beberapa kriteria syar’i pergaulan antara
laki-laki dan perempuan untuk menjaga kehormatan, melindungi harga diri dan
kesuciannya. Kriteria syar’i itu juga berfungsi untuk mencegah perzinahan dan
sebagai tindakan prefentif terjadinya kerusakan massal.
Di antaranya, Islam mengharamkan ikhtilath (bercampur laki-laki dan perempuan
dalam satu tempat) dan kholwat (berduaan saja antara laki-laki dan perempuan),
memerintahkan adanya sutroh (pembatas) yang syar’i dan menundukkan pandangan,
meminimalisir pembicaraan dengan lawan jenis sesuai dengan kebutuhan, tidak
memerdukukan dan menghaluskan perkataan ketika bercakap dengan mereka, dan
keriteria lainnya.
Perkara-perkara ini, menjadi kaidah yang penting untuk kebaikan semuanya. Tidak
seperti ocehan para penyeru ikhtilath, sesunguhnya perkara ini berbeda antara
satu dengan lainnya, atau satu kebudayaan dengan lainnya, dan pengakuan lainnya
yang tidak sesuai dengan kenyataan dan realita.
Interaksi dan komunikasi antara laki-laki dan perempuan sebenarnya boleh-boleh
saja, dengan syarat wanitanya tetap mengenakan hijabnya, tidak memerdukan
suaranya, dan tidak berbicara di luar kebutuhan. Adapun jika wanitanya tidak
menutup diri serta melembutkan suaranya, mendayu-dayukannya, bercanda,
bergurau, atau perbuatan lain yang tidak layak, maka diharamkan. Bahkan bisa
menjadi pintu bencana, kuburan penyesalan, dan menjadi penyebab terjadinya
banyak kerusakan dan keburukan.
Berhati-hatilah, karena syetan terkadang menipu seseorang dengan merasa
agamanya kuat tidak terpengaruh dengan percakapan itu. Padahal dia sedang
terjerumus pada jerat kebinasaan dan berada di atas jalan kesesatan. Realita
adalah saksi terbaik. Betapa banyak orang menentang petunjuk Nabi SAW dengan
melanggar larangannya akhirnya ia tercampak di lembah kehinaan dan kenistaan.
Barangsiapa yang tidak memiliki hajat untuk berinteraksi dengan lawan jenis,
maka menjauhinya itu jauh lebih baik dan selamat. Jika ada kebutuhan, wajib
bagi semua kaum muslimin untuk menetapi ketentuan syar’i, diantaranya:
Ghodhdhul Bashor (menundukkan pandangan) berdasarkan firman
Alloh Ta’ala: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat,” (QS An-Nuur:30).
Tidak berduaan dengan wanita asing (bukan mahrom dan bukan
istrinya). Dalam Shohih al-Bukhori, dari Ibnu Abbas RA, Nabi SAW
bersabda: “Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita
kecuali dia (wanita tadi) ditemani mahramnya”.
Berusaha agar tidak ikhtilath dengan gadis yang bisa
menyebabkan fitnah. Dari Abu Sa’id bin Musayyab al-Khudri RA, bahwa Rosululloh
SAW bersabda: “Sesungguhnya dunia itu manis dan indah. Alloh menjadikan
kalian berkuasa atasnya, untuk melihat apa yang kalian perbuat. Bertaqwalah
(takutlah) terhadap dunia dan wanita,” (HR Muslim).
Dalam Shohihain, dari Usamah, Rosululloh SAW bersabda: “Tidaklah
aku tinggalkan suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah
wanita".
Tidak bersalaman dengan wanita yang bukan mahrom, karena
diharamkan. Dalam Al-Mu’jam Al-Kabir milik Imam Ath-Thabroni, dari Ma’qil bin
Yasar berkata, Rosululloh SAW bersabda: “Andaikata kepala salah seorang dari
kalian ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh
wanita yang tidak halal baginya".
Alloh telah memerintahkan beberapa adab yang agung kepada
para istri Nabi SAW dan segenap wanita umat ini masuk di dalamnya. “Maka
janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik,” (QS Al-Ahzab:
32).
Dalam ayat itu, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa hati yang sakit tidak bisa
bertahan dan bersabar diri dari sebab kecil yang mengundang keharaman, walau
hanya suara yang halus dan lembut. Karena sudah menjadi sarana keharaman maka
dilarang, mereka diwajibkan untuk tidak melembutkan perkataan ketika berbicara
dengan laki-laki. Karena sarana memiliki hukum seperti tujuan atau asalnya.
Edisi Romadhon : Khusus Akhwat dan Ikhwan yang Berta'aruf di Dunia Maya
Bismillahirrahmanirrahim...
Insyaallah selama bulan Romadhon ini, saya akan lebih sering menyuguhkan
postingan-postingan islami buat Akhi dan Ukhti semua :)
Kali ini, saya berinisiatif untuk menyuguhkan artikel mengenai :
Berta'aruf di Dunia Maya XD
maaf sekali karena artikel masih bersumber dari orang lain
:')
saya masih belum mampu kalau harus menulis sesuatu apalagi
yang berhubungan dengan islam hihi..
Ilmu saya masih amat teramat sedikit :') jadi, saya hanya
bisa memberikan ilmu dan pengetahuannya melalui cara ini.
Silahkan dibaca teman-teman semua :') mudah-mudahan
bermanfaat :D
yooo...
Renungan Buat Ikhwan-Akhwat yang Berta'aruf di Dunia Maya
“Ukhti, aku tertarik ta’aruf sama anti.” Itulah kalimat
yang sering diadukan oleh para akhwat yang penulis kenal. Dalam satu minggu
bisa ada dua tawaran ta’aruf dari ikhwan dunia maya. Berdasarkan curhat para
akhwat, rata-rata si ikhwan tertarik pada akhkwat melalui penilaian komentar
akhwat.
Banyaknya jaringan sosial di dunia maya seperti facebook,
yahoo messenger, dll, menjadikan akhwat dan ikhwan mudah berinteraksi tanpa
batas.
Begitu lembut dan halusnya jebakan dunia maya, tanpa
disadari mudah menggelincirkan diri manusia ke jurang kebinasaan.
Kasus ta’aruf ini sangat memprihatinkan sebenarnya. Seorang
bergelar ikhwan memajang profil islami, tapi serampangan memaknai ta’aruf.
Melihat akhwat yang dinilai bagus kualitas agamanya, langsung berani
mengungkapkan kata ‘ta’aruf’, tanpa perantara.
Jangan memaknai kata “ta’aruf” secara sempit, pelajari dulu
serangkaian tata cara ta’aruf atau kaidah-kaidah yang dibenarkan oleh Islam.
Jika memakai kata ta’aruf untuk bebas berinteraksi dengan lawan jenis, lantas
apa bedanya yang telah mendapat hidayah dengan yang masih jahiliyah? Islam
telah memberi konsep yang jelas dalam tatacara ta’aruf.
Suatu ketika ada sebuah cerita di salah satu situs jejaring
sosial, pasangan akhwat-ikhwan mengatakan sedang ta’aruf, dan untuk menjaga
perasaan masing-masing, digantilah status mereka berdua sebagai pasutri,
sungguh memiriskan hati. Pernah juga ada kisah ikhwan-akhwat yang saling
mengumbar kegenitan di dunia maya, berikut ini petikan obrolannya:
“Assalamualaikum ukhti,” Sapa sang ikhwan.
“‘Wa’alikumsalam akhi,” Balas sang akhwat.
“Subhanallah ukhti, ana kagum dengan kepribadian anti,
seperti Sumayyah, seperti Khaulah binti azwar, bla bla bla bla…” puji ikhwan
tersebut.
Apakah berakhir sampai di sini? Oh no…. Rupanya yang ditemui
ini juga akhwat genit, maka berlanjutlah obrolan tersebut, si ikhwan bertanya
apakah si akhwat sudah punya calon, lantas si akhwat menjawab.
“Alangkah beruntungnya akhwat yang mendapatkan akhi kelak.”
Sang ikhwan pun tidak mau kalah, balas memuji akhwat.
“Subhanallah, sangat beruntung ikhwan yang mendapatkan bidadari dunia seperti
anti.”
....Banyaknya jaringan sosial di dunia maya menjadikan
akhwat dan ikhwan mudah berinteraksi tanpa batas. Ikhwannya membabi buta,
akhwatnya terpedaya....
Owh mengerikan, berlebay-lebay di dunia maya, syaitan tak
mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Lalu tertancaplah rasa, bermekaran di dada
dua sejoli tersebut, yang belum ada ikatan pernikahan.
Dengan bangganya sang ikhwan menaburkan janji-janji manis,
akan mengajak akhwat hidup di planet mars, mengunjungi benua-benua di dunia.
Hingga larutlah keduanya dalam janji-janji lebay.
Ikhwannya membabi buta, akhwatnya terpedaya……a’udzubillah,
bukan begitu ta’aruf yang Rasulullah ajarkan.
Wahai Ikhwan, Jangan Permainkan Ta’aruf!
Muslimah itu mutiara, tidak sembarang orang boleh
menyentuhnya, tidak sembarang orang boleh memandangnya. Jika kalian punya
keinginan untuk menikahinya, carilah cara yang baik yang dibenarkan Islam. Cari
tahu informasi tentang akhwat melalui pihak ketiga yang bisa dipercaya. Jika
maksud ta’arufmu untuk menggenapkan separuh agamamu, silakan saja, tapi
prosesnya jangan keluar dari koridor Islam.
....Wahai ikhwan, relakah jika adikmu dijadikan ajang
coba-coba ta’aruf oleh orang lain? Tentu engkau keberatan bukan?....
Wahai ikhwan, relakah jika adikmu dijadikan ajang coba-coba
ta’aruf oleh orang lain? Tentu engkau keberatan bukan? Jagalahizzah muslimah,
mereka adalah saudaramu. Pasanglah tabir pembatas dalam interaksi dengannya.
Pahamilah, hati wanita itu lembut dan mudah tersentuh, akan timbul guncangan
batin jika jeratan yang kalian tabur tersebut hanya sekedar main-main.
Jagalah hati mereka, jangan banyak memberi harapan atau
menabur simpati yang dapat melunturkan keimanan mereka.
Mereka adalah wanita-wanita pemalu yang ingin meneladani
wanita mulia di awal-awal Islam, biarkan iman mereka bertambah dalam balutan
rasa nyaman dan aman dari gangguan JIL alias Jaringan Ikhwan Lebay.
Wahai Ikhwan,
Ini hanya sekedar nasihat, jangan mudah percaya dengan apa
yang dipresentasikan orang di dunia maya, karena foto dan kata-kata yang tidak
kamu ketahui kejelasan karakter wanita, tidak dapat dijadikan tolak ukur
kesalehahan mereka, hendaklah mengutus orang yang amanah yang membantumu
mencari data dan informasinya.
....luasnya ilmu yang engkau miliki tidak menjadikan engkau
mulia, jika tidak kau imbangi dengan menjaga adab pergaulan dengan lawan
jenis....
Wahai ikhwan, luasnya ilmu yang engkau miliki tidak
menjadikan engkau mulia, jika tidak kau imbangi dengan menjaga adab pergaulan
dengan lawan jenis.
Duhai Akhwat, Jaga Hijabmu!
Duhai akhwat, jaga hijabmu agar tidak runtuh kewibaanmu.
Jangan bangga karena banyaknya ikhwan yang menginginkan taaruf. Karena ta’aruf
yang tidak berdasarkan aturan syar’i, sesungguhnya sama saja si ikhwan
meredahkanmu. Jika ikhwan itu punya niat yang benar dan serius, tentu akan
memakai cara yang Rasulullah ajarkan, dan tidak langsung menembak kalian dengan
caranya sendiri.
Duhai akhwat, terkadang kita harus mengoreksi cara kita
berinteraksi dengan mereka, apakah ada yang salah hingga membuat mereka
tertarik dengan kita? Terlalu lunakkah sikap kita terhadapnya?
Duhai akhwat, sadarilah, orang-orang yang engkau kenal di
dunia maya tidak semua memberikan informasi yang sebenarnya, waspadalah, karena
engkau adalah sebaik-baik wanita yang menggenggam amanah Ilahi. Jangan mudah
terpedaya oleh rayuan orang di dunia maya.
....berhiaslah dengan akhlak islami, jangan mengumbar
kegenitan pada ikhwan yang bukan mahram....
Duhai akhwat, berhiaslah dengan akhlak islami, jangan
mengumbar kegenitan pada ikhwan yang bukan mahram, biarkan apa yang ada di
dirimu menjadi simpanan manis buat suamimu kelak.
Duhai akhwat, ta’aruf yang sesungguhnya haruslah berdasarkan
cara Islam, bukan dengan cara mengumbar rasa sebelum ada akad nikah. [Yulianna
PS/voa-islam.com]
Sulitnya Menahan Hawa Nafsu
Disyariatkannya puasa sesungguhnya merupakan bagian dari
pelestarian ajaran agama-agama sebelumnya. Hal itu tentu bisa dilihat dari
perintah menjalankan puasa di dalam teks al-Qur’an bahwa puasa juga dilakukan
oleh umat sebelum Islam. Jadi ketika Islam diwahyukan kepada Muhammad saw yang
tidak lain adalah penerus agama hanif, maka Islam juga mengambil sebagian hukum
dan tradisi di dalam agama-agama sebelumnya, baik yang menambah atau mengurangi
atau bahkan menetapkan ajaran agama yang sudah pernah ada.
Puasa merupakan tradisi di dalam agama-agama. Agama
monotheis telah menjadikan puasa sebagai bagian penting di dalam ajarannya.
Yahudi, Nasrani dan Islam memiliki tradisi puasa. Ada yang melakukan puasa
dengan pantangan makanan tertentu. Jadi puasa sesungguhnya memiliki genealogi
teks di dalam agama-agama semitis lainnya.
Islam di dalam syariat puasa telah menentukan bahwa puasa
dilakukan pada bulan Ramadlan selama sebulan penuh. Di dalam puasa dilarang
untuk makan, minum dan melakukan relasi seksual di siang hari. Di sini disebut
sebagai rukun puasa. Hal itu telah dituangkan di dalam Surat Al Baqarah, ayat
187. Dari ayat ini juga diperoleh gambaran bahwa tujuan disyariatkannya puasa
adalah untuk tujuan bertaqwa.
Jika puasa hanya untuk mencegah tiga hal itu, bisa jadi
banyak orang yang mampu melakukannya. Ada banyak orang yang kuat untuk
melakukannya. Asalkan sehat secara fisik maka pastilah akan kuat untuk menahan
tidak makan dan minum selama 8,5 jam. Tinggal menahan tidak melakukan hubungan
seks, yang juga pasti bisa dilakukan. Akan tetapi yang sulit adalah menahan
hawa nafsu, misalnya membicarakan aib orang, mencibir, mentertawakan, sikap iri
yang bercorak keduniawian, menggunjingkan orang dan sebagainya. Terhadap
hal inilah yang “rasanya” jauh lebih sulit mengatasinya dibandingkan dengan
menahan makan, minum dan berhubungan seks.
Nabi Muhammad saw dalam suatu momen pasca Perang Badar
–perang terbesar dalam sejarah Islam—menyatakan dalam suatu ungkapan bebas,
bahwa “kita baru saja menyelesaikan peran kecil dan akan berperang yang lebih
besar ialah perang melawan hawa nafsu”. Jadi berperang
melawan hawa nafsu ternyata lebih besar dan sulit dalam pandangan Nabi Muhammad
saw dibandingkan dengan Perang Badar tersebut.
Dewasa ini kita sedang hidup di tengah tantangan globalisasi
yang meniscayakan segala sesuatu terjadi. Tantangan budaya permisiveness –serba
boleh—yang dilansir oleh dunia barat, tantangan akses ekonomi yang sulit,
tantangan politik yang semakin jauh dari moralitas dan sebagainya merupakan
problem pelik. Tantangan puasa yang sesungguhnya adalah bagaimana
menghadapi tantangan yang besar seperti itu. Makanya puasa lalu seharusnya
menjadikan kita kritis dalam menghdapi hal tersebut. Kita tidak bisa mengikuti
budaya barat yang permisiveness tanpa reserve atau menolak secara apriori. Di
sini diperlukan kearifan agar kita menjadi kritis.
Oleh karena itu, puasa tidak hanya diartikan sebagai menahan
makan, minum dan hubunga seks. Jika hanya itu, maka makna puasa akan
tereduksi secara fisikal. Padahal puasa tersebut memiliki makna spiritual yaitu
kemampuan untuk menahan hawa nafsu di era seperti sekarang.
Jadi berpuasa sekarang jauh lebih berat dibanding puasa di
masa lalu, sebab tantangan puasa semakin kompleks.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Berjilbab dan Akhlak
Bismillahirrahmanirrahim........
Kali ini saya akan memberikan bacaan kepada ukhti semua ^^ mengenai "Berjilbab dan Akhlak"
Karena perlu diketahuilah wahai saudari saudari ku ^^ sekarang-sekarang ini banyak sekali tanggapan tanggapan yang tidak enak mengenai muslimah yang mengenakan jilbab.
Sebagian orang yang sepertinya menolak jilbab XD itu sering sekali mengait ngaitkan Jilbab seseorang dengan akhlaknya.... misaaal :
"Percuma pakai jilbab kalau kelakuannya aja kaya gitu"
"Penampilannya aja alim,pakai jilbab.. tapi perilakunya gak banget"
Sebenarnya,berjilbab dengan akhlak atau perilaku memang lah berbeda Ukhti :') malahan tidak ada hubungannya sama sekali
Tidak semuanya akhwat yang berjilbab itu akhlak nya baik,tapi memang sudah sebaiknya.. kita sebagai muslimah yang menjalankan salah satu kewajibannya dengan berjilbab juga dibarengi oleh akhlak yang baik pula.
Untuk lebih lengkapnya mengenai Hubungan berjilbab dan Akhlak..
silahkan baca penjelasan dibawah ini :D
>>>>>>>
Kali ini saya akan memberikan bacaan kepada ukhti semua ^^ mengenai "Berjilbab dan Akhlak"
Karena perlu diketahuilah wahai saudari saudari ku ^^ sekarang-sekarang ini banyak sekali tanggapan tanggapan yang tidak enak mengenai muslimah yang mengenakan jilbab.
Sebagian orang yang sepertinya menolak jilbab XD itu sering sekali mengait ngaitkan Jilbab seseorang dengan akhlaknya.... misaaal :
"Percuma pakai jilbab kalau kelakuannya aja kaya gitu"
"Penampilannya aja alim,pakai jilbab.. tapi perilakunya gak banget"
Sebenarnya,berjilbab dengan akhlak atau perilaku memang lah berbeda Ukhti :') malahan tidak ada hubungannya sama sekali
Tidak semuanya akhwat yang berjilbab itu akhlak nya baik,tapi memang sudah sebaiknya.. kita sebagai muslimah yang menjalankan salah satu kewajibannya dengan berjilbab juga dibarengi oleh akhlak yang baik pula.
Untuk lebih lengkapnya mengenai Hubungan berjilbab dan Akhlak..
silahkan baca penjelasan dibawah ini :D
>>>>>>>
Dalam pandangan masyarakat kita, bahwa wanita berjilbab,
adalah wanita yang identik memiliki tatakrama baik, wanita yang santun, yang
kalem, rajin shalat, rajin berderma, sering hadir majlis pengajian dan berbagai
predikat keshalihahan lainnya.
Oke, boleh jadi sebagian besar wanita berkerudung seperti
itu. Sebaliknya, muslimah yang tak berkerudung, meski akhlaknya baik, tentu
saja dipandang tak sebaik muslimah berkerudung, hal yang lumrah dan spontanitas
terlintas dalam benak.
Akibatnya, jika ada kebetulan wanita berjilbab melakukan
sesuatu yang kontradiktif dengan jilbabnya itu, seketika penilaian masyarakat
menjadi njomplang sangat negatif sekali. Dan tentu saja jilbabnya seketika
menjadi objek atas tindakan yang tak sesuai dengan moral pemakai jilbab.
“Jilbaban tapi kok gitu".
Akhirnya, sebagian muslimah yang tidak berjilbab pun,
memilih tetap bertahan pada pilihannya, dengan pikiran sangat sederhana sekali,
daripada aku tidak bisa menjaga sikapku saat mengenakan jilbab, lebih baik aku
tidak mengenakannya sekalian, biarlah aku menjilbabi hatiku terlebih dahulu.
Ntar aja jilbaban kalau udah mau wafat. ( Astagfirullah )
Menjilbabi hati, kalimat yang mendadak populer setelah
boomingnya film ayat-ayat cinta, kalimat yang bisa jadi sudah lama berdengung
tetapi dipopulerkan oleh Rianti Cartwright, ini setahuku.
Sebenarnya, fenomena di atas (pengidentikan jilbab dengan
keshalihahan) adalah kesalahan pemahaman umum (salah kaprah) dalam masyarakat
kita soal hubungan jilbab dengan akhlak. Oke, memang wanita yang shalihah, yang
menjalankan agamanya dengan baik, tentu saja mengaplikasikan segenap perintah
agamanya terhadap dirinya semampu dia, salah satunya adalah berjilbab ini.
Tetapi aku berani mengatakan, bahwa sebenarnya tak ada
hubungan sama sekali antara jilbab dan berakhlak baik. Lhoh kok bisa?
Berjilbab, adalah murni perintah agama yang berhubungan
dengan pribadi muslimah itu. Yakni, jilbab adalah kewajiban baginya dengan
tanpa melihat apakah moralnya baik ataupun buruk. Jadi selama dia muslimah,
maka berjilbab adalah kewajiban.
Tentu saja, jika ada muslimah tak berjilbab, itu pilihan
dia, tetapi tentu sebuah konsekwensi dan merupakan kebijakan, apabila seseorang
tidak menjalankan perintah, maka resikonya adalah sanksi. Dan sanksi syariat
tentu saja adalah dosa.
Memang, bermoral baik adalah tuntutan sosial, di samping
tentu ajaran agama. Akan tetapi semua kewajiban dalam agama, sekaligus
larangan-larangannya, adalah tidak berhubungan dengan akhlak itu. Salah satunya
ya masalah jilbab ini.
So, okelah seorang muslimah bilang, cukup aku jilbabi hati.
Tetapi dia tetap harus mengakui bahwa berjilbab adalah wajib baginya. Siap
tidak siap, baik tidak baik, kewajiban muslimah adalah berjilbab (dalam konteks
bahasa umum, menutup aurat)
Catatan ini tidak menyoroti dan tidak mengangkat soal
pendapat lucu yang menyatakan bahwa jilbab itu tidak wajib sebab hanya budaya
arab. Komentar pendek saja, orang yang bilang seperti ini, tidak memahami
sejarah dan tidak memahami teks syariat itu dengan baik. Argumen
bertele-telenya dengan berusaha melogikakan ayat melalui permainan nahwu, ushul
fiqh, mantiq, hanya membuat bahan tertawaan saja.
Kan ada tuh profesor besar lulusan timur tengah yang juga
berpendapat gitu sehingga anak perempuannya tidak berjilbab. Catat, agama ini
tidak melihat sosok, tidak melihat label seseorang. Meski besarnya pangkat
seseorang itu seperti apa, kalau salah dalam tata cara memandang, maka tetaplah
salah.
Well, kembali pada bahasan awal berhubungan dengan jilbab
dan moral, jadi kalau kita surfing di internet dan kebetulan melewati
judul-judul aneh semacam “jilbab bugil", “berjilbab tapi telanjang",
“Sex jilbab", “skandal bokep gadis jilbab", atau di keseharian kita
menemukan cewek berjilbab tapi bergaulnya dengan lawan jenis sangat Laa Haula
wa laa quwwata illa billah, ngakak-ngakak, meluk-meluk, jalan bergandengan,
bergoncengan, maka jangan terlalu heran, dan cepat-cepat memvonis jilbaban kok
rusak gitu.
Karena sekali lagi, moralitas tak ada hubungan dengan
jilbab, meski tentu saja dituntut dari gadis berjilbab untuk bermoral sesuai
dengan jilbabnya.
Jadi, kesimpulannya, jilbab adalah wajib dikenakan tiap
muslimah yang telah memasuki usia baligh, tanpa melihat apakah moralnya baik
atau jelek. Dan moral adalah sesuatu yang dituntut dalam kehidupan sosial.
Maka, itu yang harus diketahui setiap muslimah terlebih
dahulu. Adapun setelahnya jika dia tidak mengenakan, maka tentu saja berkonsekwensi
dosa dan ada keharusan dari yang lain mengingatkannya untuk mengenakan,
kalaupun tidak mau, yang menasehati bebas tugas. Dan tentu saja sebaliknya,
jika dia mengenakan, maka pahala akan terus mengalir padanya selama jilbab itu
bertengger di kepalanya, sebagai bentuk balasan atas ketaatan menjalankan
perintah.
Soal jilbabnya lebar, kecil, bajunya ketat, longgar, itu bab
menyendiri lagi yang berhubungan dengan tingkat keimanan dan ketakwaan
seseorang.
Tapi ingat, jangan punya pikiran “wah kalau gitu, aku urakan
saja deh, kan dosaku pasti dikurangi pahala jilbab", Kalau yang jenis
seperti ini, sudah tahu begini, justru dosanya berlipat sebab menyalah gunakan
syariat.
Akhir catatan, semoga kita selalu diberi taufiq untuk
kebaikan, dan menjalankan kewajiban agama kita sebaik-baiknya. Amin…
Sumber:
Awy’ A. Qolawun
BERJILBAB, TIDAK ADA HUBUNGAN DENGAN AKHLAK
Mesjid Merah Panjunan - Cirebon
Bukti-bukti sejarah yang menunjukkan kebesaran masa lalu Cirebon memang belum banyak dikenal orang. Setidaknya bagi mereka yang berasal dari luar kota Cirebon. Padahal, di situ terdapat peninggalan yang menghubungkan Kota Udang masa lalu, sebagai salah satu kerajaan Islam terbesar di Indonesia. Yaitu adanya tiga buah keraton: Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, beserta peninggalan masjid-masjid tuanya.
Peninggalan-peninggalan tersebut dulunya adalah tempat awal-awal penyebaran Islam. Dan, salah satu masjid kuno yang paling terkenal di Cirebon ialah Masjid Agung Sang Cipta Rasa, di Alun-alun Kasepuhan, depan Kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon.
Satu masjid kuno lainnya, memang tidak sebesar dan setenar Masjid Agung Sang Cipta Rasa, terselip di tengah perkampungan padat di pusat kota. Persisnya, terletak di antara permukiman penduduk di Jalan Panjunan, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, kota Cirebon. Nama resmi masjid ini, Masjid Al-Athyah, “yang dikasihi”. Namun masyarakat Cirebon menyebutnya Masjid Abang Panjunan atau Masjid Merah Panjunan, karena bangunannya terbuat dari susunan batu bata merah.
Dilihat dari sisi arsitektural, masjid ini sepertinya merefleksikan “keaslian” Cirebon. Dinding dan pagar luar yang berbentuk semacam benteng terbuat dari bata merah. Pintu gerbang masuknya mengingatkan kita pada gerbang Keraton Majapahit di Mojokerto, Jawa Timur, atau pintu gerbang pura di Bali. Di dindingnya ditempelkan ornamen khas dari piring-piring keramik asal Eropa dan Cina. Semua itu memperlihatkan bahwa Cirebon sudah sejak dahulu kala menjadi pertemuan berbagai budaya dan etnis.
Sayangnya, tidak banyak penelitian ilmiah yang dilakukan untuk mengorek kekayaan khazanah sejarah masjid tua ini. Kisahnya banyak bersumber dari cerita-cerita lisan. Seperti yang dituturkan Juru Kunci Masjid Merah, Ujang Zahri, masjid tua itu dibangun tahun 1460, atau 15 tahun sebelum Kesultanan Demak berdiri pada 1475, atau 17 tahun sebelum Kesultanan Cirebon berdiri pada 1478. Dari kisah turun-temurun, seperti yang didapatkan juru kunci kelahiran 15 Juni 1925 ini, Masjid Merah Panjunan dibangun bersama oleh Walisanga.
Di tempat inilah, syahdan, para wali berunding untuk mengatur strategi penyebaran agama Islam, jauh sebelum mereka memanfaatkan Masjid Agung Demak. Pak Ujang yakin, Masjid Merah Panjunan adalah masjid tertua di antara masjid-masjid utama kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa. “Masjid ini yang pertama kali dibangun, setelah itu berturut-turut Masjid Sang Cipta Rasa, Masjid Astana Gunung Jati, dan Masjid Agung Demak,” ujarnya.
Bangunan utama Masjid Merah Panjunan berukuran panjang 20 meter, membujur dari timur ke barat, dan lebar 18 meter dari utara ke selatan. Masjid tersebut dikelilingi “benteng” sepanjang 25 meter dan 23 meter. Di sudut kiri depan masjid terletak menara yang sekilas mengingatkan kita pada Menara Masjid Kudus di Jawa Tengah. Pilar-pilar penyangga bangunan utama terbuat dari kayu jati bermutu tinggi yang dipelitur mengkilap.
Seluruh bagian bangunan, mulai dari pilar-pilar penyangga hingga dinding bata merah dan ornamen keramik, adalah asli sebagaimana pada saat masjid itu dibangun lebih dari 540 tahun yang lalu. “Yang baru hanyalah sarana listrik dan benda-benda elektronik, seperti jam dinding, pengeras suara, serta karpet dan tikar yang diganti secara berkala,” ujar Pak Ujang lagi. -
Dibagi Dua
Keunikan Masjid Al-Athyah terletak pada ruangan utamanya yang dibagi menjadi dua dengan ukuran luas yang relatif sama. Ruangan bagian depan berbentuk seperti beranda, digunakan untuk kegiatan ibadah shalat lima waktu, termasuk shalat Jumat. Dengan ruangan kedua, bagian ini dipisahkan oleh sebuah dinding permanen, yang terbuat dari bata merah dan berornamen piring dari keramik. Kedua ruangan dihubungkan sebuah pintu kecil.
Ruangan di sebelah dalam tersebut, konon, dulunya adalah tempat musyawarah Walisanga, di tengah masyarakat yang sebagian besar masih beragama Hindu. Ruangan yang berada tepat di bawah limasan atap masjid selalu tertutup. Pintu menuju ruangan tersebut hanya dibuka dan digunakan untuk dua acara khusus: untuk shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha.
Berziarah ke kota Cirebon sesungguhnya mengasyikkan: banyak kekayaan sejarah penyebaran Islam yang dapat dinikmati. Seperti tiga bangunan keraton, yaitu Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Kemudian beberapa bangunan masjid tua, seperti Masjid Jagabayan di Jalan Karanggetas, Masjid Merah di Panjunan, dan Masjid Pajlagrahan di Jalan Mayor Sastraatmaja.
Selain itu, salah satu situs peninggalan Keraton Kasepuhan, yakni Taman Goa Sunyaragi di Jalan Brigjen Soedarsono, juga layak dilihat. Bekas taman air, tempat rekreasi keluarga Kesultanan Cirebon, dan tempat evakuasi keluarga sultan di masa perang kemerdekaan, juga masih bisa dinikmati. Belum lagi yang berbentuk bangunan zaman kolonial, seperti Gedung BAT (British American Tobacco) di Jalan Pasuketan, atau Gedung Bank Indonesia di Jalan Yos Sudarso.
Berziarah ke tempat-tempat bersejarah, memang sangat menyenangkan. Apalagi jika berkaitan dengan yang bernuansa keagamaan. Sebab ziarah tersebut juga dimaksudkan untuk kembali mengenang fungsi sebuah tempat di masa lalu. Maka jika berziarah ke masjid-masjid tua, seperti di kota Cirebon ini, sebaiknya kita tidak hanya memperhatikan bangunan fisiknya, tapi lebih dari itu: dimensi sejarahnya sangat patut kita pahami.
Dan, jika ditelusuri secara lebih jauh, setidaknya kita bisa melihat bagaimana masjid-masjid bersejarah tidak melulu menjadi tempat melaksanakan kewajiban “ritual”. Masjid-masjid itu oleh para wali tempo dulu juga digunakan sebagai tempat untuk merencanakan dan membangun peradaban umat. Bahkan, menurut berbagai sumber sejarah, di masjid itulah berbagai pemecahan masalah sosial kemasyarakatan dilakukan para wali.
Sumber
Contoh Puisi Religi
Karya :: Tia Gustiawa
ti
ti
DOSA
Ku tutup mata ku sejenak
Terbesit dalam hati dosa yang begitu banyak
Seakan ingin melontarkan sejuta pertanyaan
Akan kah dosa-dosa ku diampini??
Akan kah aku masuk dalam surga firdaus yang kekal abadi,
Ataukah sebaliknya....
Aku masuk dalam neraka jahanam,
Neraka yang paling hina siksaannya...
Hanya berdoa yang bisa aku lakukan saat ini
Ampuni semua dosa dosa hambamu ini Ya Allah....SAKIT nya Sakaratul Maut
vKematian akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya
nyawa manusia akan diawali dengan detik-detik menegangkan lagi menyakitkan.
Peristiwa ini dikenal sebagai sakaratul maut.
Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin
Aus Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Kematian adalah kengerian yang paling
dahsyat di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih
menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di
bejana. Seandainya ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk
dunia tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman
dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya"[2].
Di antara dalil yang menegaskan terjadinya proses sakaratul
maut yang mengiringi perpisahan jasad dengan ruhnya, firman Allah:
وَجَآءَتْ
سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَاكُنتَ مِنْهُ
تَحِيدُ
"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.
Itulah yang kamu selalu lari darinya". [Qaaf: 19]
Maksud sakaratul maut adalah kedahsyatan, tekanan, dan
himpitan kekuatan kematian yang mengalahkan manusia dan menguasai akal
sehatnya. Makna bil haq (perkara yang benar) adalah perkara akhirat, sehingga
manusia sadar, yakin dan mengetahuinya. Ada yang berpendapat al haq adalah
hakikat keimanan sehingga maknanya menjadi telah tiba sakaratul maut dengan
kematian[3].
Juga ayat:
كَلآ إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ
{26} وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ {27} وَظَنَّ
أَنَّهُ الْفِرَاقُ {28} وَالْتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِ {29} إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ
الْمَسَاقُ {30}
"Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah
(mendesak) sampai kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang
dapat menyembuhkan". Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu
perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah
pada hari itu kamu dihalau". [Al Qiyamah: 26-30]
Syaikh Sa'di menjelaskan: "Allah mengingatkan para
hamba-Nya dengan keadan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh
sampai pada taraqi yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher
(kerongkongan), maka pada saat itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari
segala sarana yang dianggap menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu
Allah berfiman: "Dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang akan
menyembuhkan?" artinya siapa yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah.
Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan,
sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika
datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya
itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis
(kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan menjadi
berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar dari badan yang
telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju Allah Ta'ala untuk
dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya. Peringatan yang Allah sebutkan
ini akan dapat mendorong hati-hati untuk bergegas menuju keselamatannya, dan
menahannya dari perkara yang menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang
menantang, orang yang tidak mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat
sesat dan kekufuran dan penentangan".[4]
Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena
sakaratul maut:
Imam Bukhari meriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anhuma,
ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam)
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ
رَكْوَةٌ أَوْ عُلْبَةٌ فِيهَا
مَاءٌ فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَيْهِ فِي الْمَاءِ فَيَمْسَحُ
بِهِمَا وَجْهَهُ وَيَقُولُ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ
ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ فَجَعَلَ
يَقُولُ فِي أخرجه البخاري
ك الرقاق باب
سكرات الموت و في
المغازي باب مرض النبي
ووفاته. الرَّفِيقِ الْأَعْلَى حَتَّى قُبِضَ وَمَالَتْ
"Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana kecil dari
kulit yang berisi air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka
dengannya seraya berkata: "Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian
memiliki sakaratul maut". Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata:
"Menuju Rafiqil A'la". Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan
tangannya melemas"[5]
Dari Anas Radhiyallahu anhu, berkata:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ لَمَّا
ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ فَقَالَتْ
فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلَام وَا أخرجه البخاري
في المغازي باب مرض
النبي ووفاته.اليَوْمِ َرْبَ
أَبَاهُ فَقَالَ لَهَا لَيْسَ
عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ
"Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata:
"Alangkah berat penderitaanmu ayahku". Beliau menjawab: "Tidak
ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini…[al hadits]" [6]
Dalam riwayat Tirmidzi dengan, 'Aisyah menceritakan:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا أَغْبِطُ
أَحَدًا بِهَوْنِ مَوْتٍ بَعْدَ الَّذِي
رَأَيْتُ مِنْ شِدَّةِ مَوْتِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أخرجه الترمذي ك
الجنائز باب ما جاء
في التشديد عند الموت
وصححه الألباني
"Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan
kematian(nya), sesudah aku melihat kepedihan kematian pada Rasulullah".[7]
Dan penderitaan yang terjadi selama pencabutan nyawa akan
dialami setiap makhluk. Dalil penguatnya, keumuman firman Allah: "Setiap
jiwa akan merasakan mati". (Ali 'Imran: 185). Dan sabda Nabi:
"Sesungguhnya kematian ada kepedihannya". Namun tingkat kepedihan
setiap orang berbeda-beda. [8]
KABAR GEMBIRA UNTUK ORANG-ORANG YANG BERIMAN.
Orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan
ringan. Malaikat yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya
dengan kesan yang baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin 'Azib
Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata
tentang proses kematian seorang mukmin:
إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي
انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ
مِنْ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ
مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ
وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ
الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ
حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ
ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ
عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ
رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ
اللَّهِ وَرِضْوَانٍ قَالَ فَتَخْرُجُ تَسِيلُ
كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ
فِي السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ
يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ
عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا
فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِي
ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ
مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ
"Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan
dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit,
dengan wajah yang putih. Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka
membawa kafan dari syurga, serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk
di sampingnya sejauh mata memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk
di dekat kepalanya sembari berkata: "Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat-
jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya". Ruhnya
keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar
ruhnya, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para
malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja,
untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah,
semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi.."[al hadits].[9]
Malaikat memberi kabar gembira kepada insan mukmin dengan
ampunan dengan ridla Allah untuknya. Secara tegas dalam kitab-Nya, Allah
menyatakan bahwa para malaikat menghampiri orang-orang yang beriman, dengan
mengatakan janganlah takut dan sedih serta membawa berita gembira tentang
syurga. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ
ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
{30} نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَفِي اْلأَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ
وَلَكُمْ فِيهَا مَاتَدَّعُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang berkata: "Rabb kami
adalah Allah kemudian mereka beristiqomah, maka para malaikat turun kepada
mereka (sembari berkata):" Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu
dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah
pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu memperoleh apa yang
kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai
hidangan (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
[Fushshilat: 30]
Ibnu Katsir mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang yang
ikhlas dalam amalannya untuk Allah semata dan mengamalkan ketaatan-Nya
berdasarkan syariat Allah niscaya para malaikat akan menghampiri mereka tatkala
kematian menyongsong mereka dengan berkata "janganlah kalian takut atas
amalan yang kalian persembahkan untuk akhirat dan jangan bersedih atas perkara
dunia yang akan kalian tinggalkan, baik itu anak, istri, harta atau agama sebab
kami akan mewakili kalian dalam perkara itu. Mereka (para malaikat) memberi
kabar gembira berupa sirnanya kejelekan dan turunnya kebaikan".
Kemudian Ibnu Katsir menukil perkataan Zaid bin Aslam:
"Kabar gembira akan terjadi pada saat kematian, di alam kubur, dan pada
hari Kebangkitan". Dan mengomentarinya dengan: "Tafsiran ini
menghimpun seluruh tafsiran, sebuah tafsiran yang bagus sekali dan memang
demikian kenyataannya".
Firman-Nya: "Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan
akhirat maksudnya para malaikat berkata kepada orang-orang beriman ketika akan
tercabut nyawanya, kami adalah kawan-kawan kalian di dunia, dengan meluruskan,
memberi kemudahan dan menjaga kalian atas perintah Allah, demikian juga kami
bersama kalian di akhirat, dengan menenangkan keterasinganmu di alam kubur, di
tiupan sangkakala dan kami akan mengamankan kalian pada hari Kebangkitan,
Penghimpunan, kami akan membalasi kalian dengan shirathal mustaqim dan
mengantarkan kalian menuju kenikmatan syurga".[10]
Dalam ayat lain, Allah mengabarkan kondisi kematian orang
mukmin dalam keadaan baik dengan firman-Nya:
الَّذِينَ
تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلاَمٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا
الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
"(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik
oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salamun 'alaikum
(keselamatan sejahtera bagimu)", masuklah ke dalam syurga itu disebabkan
apa yang telah kamu kerjakan". [An Nahl: 32]
.
Syaikh Asy Syinqithi mengatakan: "Dalam ayat ini, Allah
menyebutkan bahwa orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka
dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut
nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan
maksiat, (ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar
gembira berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan salam…[11]
MENGAPA RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM MENDERITA
SAAT SAKARATUL MAUT?
Kondisi umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin mudah
lagi ringan. Namun kadang-kadang derita sakarul maut juga mendera sebagian
orang sholeh. Tujuannya untuk menghapus dosa-dosa dan juga mengangkat
kedudukannya. Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu
'alaihi wa sallam merasakan pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari
dalam hadits 'Aisyah di atas.
Ibnu Hajar mengatakan: "Dalam hadits tersebut,
kesengsaran (dalam) sakaratul maut bukan petunjuk atas kehinaan martabat (seseorang).
Dalam konteks orang yang beriman bisa untuk menambah kebaikannya atau menghapus
kesalahan-kesalahannya"[12]
Menurut Al Qurthubi dahsyatnya kematian dan sakaratul maut
yang menimpa para nabi, maka mengandung manfaat :
Pertama : Supaya orang-orang mengetahui kadar sakitnya
kematian dan ia (sakaratul maut) tidak kasat mata. Kadang ada seseorang melihat
orang lain yang akan meninggal. Tidak ada gerakan atau keguncangan. Terlihat
ruh keluar dengan mudah. Sehingga ia berfikir, perkara ini (sakaratul maut)
ringan. Ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada mayat (sebenarnya). Tatkala
para nabi, mengabarkan tentang dahsyatnya penderitaan dalam kematian, kendati
mereka mulia di sisi Allah, dan kemudahannya untuk sebagian mereka, maka orang
akan yakin dengan kepedihan kematian yang akan ia rasakan dan dihadapi mayit
secara mutlak, berdasarkan kabar dari para nabi yang jujur kecuali orang yang
mati syahid.
Kedua : Mungkin akan terbetik di benak sebagian orang,
mereka adalah para kekasih Allah dan para nabi dan rasul-Nya, mengapa mengalami
kesengsaraan yang berat ini?. Padahal Allah mampu meringankannya bagi mereka?.
Jawabnya, bahwa orang yang paling berat ujiannya di dunia adalah para nabi
kemudian orang yang menyerupai mereka dan orang yang semakin mirip dengan
mereka seperti dikatakan Nabi kita. Hadits ini dikeluarkan Bukhari dan lainnya.
Allah ingin menguji mereka untuk melengkapi keutamaan dan peningkatan derajat
mereka di sisi-Nya. Ini bukan sebuah aib bagi mereka juga bukan bentuk siksaan.
Allah menginginkan menutup hidup mereka dengan penderitaan ini meski mampu
meringankan dan mengurangi (kadar penderitaan) mereka dengan tujuan mengangkat
kedudukan mereka dan memperbesar pahala-pahala mereka sebelum meninggal. Tapi
bukan berarti Allah mempersulit proses kematian mereka melebihi kepedihan
orang-orang yang bermaksiat. Sebab (kepedihan) ini adalah hukuman bagi mereka
dan sanksi untuk kejahatan mereka. Maka tidak bisa disamakan".[13]
…
KABAR BURUK DARI PARA MALAIKAT KEPADA ORANG-ORANG KAFIR.
Sedangkan orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah
payah, ia tersiksa dengannya. Nabi menceritakan kondisi sakaratul maut orang
kafir atau orang yang jahat dengan sabdanya:
"Sesungguhnya hamba yang kafir -dalam riwayat lain-
yang jahat jika akan telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka
malaikat-malaikat yang kasar akan dari langit dengan wajah yang buruk dengan
membawa dari neraka. Mereka duduk sepanjang mata memandang. Kemudian malaikat
maut hadir dan duduk di atas kepalanya dan berkata: “Wahai jiwa yang keji
keluarlah engkau menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya". Maka ia
mencabut (ruhnya) layaknya mencabut saffud (penggerek yang) banyak mata besinya
dari bulu wol yang basah. [14]
Secara ekspilisit, Al Quran telah menjelaskan bahwa para
malaikat akan memberi kabar buruk kepada orang kafir dengan siksa. Allah
berfirman: "
"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu
orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang
para malaikat mumukul dengan tangannya, (Sambil berkata): "Keluarkan
nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan,
karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan
(karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya". [Al An'am:
93]
Maksudnya, para malaikat membentangkan tangan-tangannya
untuk memukuli dan menyiksa sampai nyawa mereka keluar dari badan. Karena itu,
para malaikat mengatakan: "Keluarkan nyawamu". Pasalnya, orang kafir
yang sudah datang ajalnya, malaikat akan memberi kabar buruk kepadanya yang
berbentuk azab, siksa, belenggu, dan rantai, neraka jahim, air mendidih dan
kemurkaan Ar Rahman (Allah). Maka nyawanya bercerai-berai dalam jasadnya, tidak
mau taat dan enggan untuk keluar.
Para malaikat memukulimya supaya nyawanya keluar dari
tubuhnya. Seketika itu, malaikat mengatakan: "Di hari ini kamu dibalas
dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah
(perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri
terhadap ayat-ayatnya".. artinya pada hari ini, kalian akan dihinakan
dengan penghinaan yang tidak terukur karena mendustakan Allah dan (lantaran)
kecongkakan kalian dalam mengikuti ayat-ayat-Nya dan tunduk kepaada para
rasul-Nya.
Saat detik-detik kematian datang, orang kafir mintai
dikembalikan agar bisa masuk Islam. Sedangkan orang yang jahat mohon
dikembalikan ke dunia untuk bertaubat, dan beramal sholeh. Namun sudah tentu,
permintaan mereka tidak akan terkabulkan. Allah berfirman:
حَتَّى
إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ
قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ {99} لَعَلِّي
أَعْsumberمَلُ صَالِحًا فِيمَا
تَرَكْتُ كَلآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ
هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِم بَرْزَخٌ
إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ {100}
"(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga
apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya
Rabbi kembalikan aku ke dunia. Agar aku berbuat amal sholeh terhadap yang telah
aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang
diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka
dibangkitkan". [Al Mukminun: 99-100]
Setiap orang yang teledor di dunia ini, baik dengan
kekufuran maupun perbuatan maksiat lainnya akan dilanda gulungan penyesalan,
dan akan meminta dikembalikan ke dunia meski sejenak saja, untuk menjadi orang
yang insan muslim yang sholeh. Namun kesempatan untuk itu sudah hilang, tidak
mungkin disusul lagi. Jadi, persiapan harus dilakukan sejak dini dengan tetap
memohon agar kita semua diwafatkan dalam keadaan memegang agama Allah. Wallahu
a'lamu bishshawab. Washallallahu 'ala Muhamaad wa 'ala alihi ajmain.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)